Mutiara Perhiasan Bangsawan Lintas Generasi

Mutiara  sebagai simbol kekuasaan, kekayaan dan keanggunan. Sejarah mencatat, di beberapa negara menempatkan mutiara sebagai perhiasan resmi bagi para bangsawan.  Bahkan di era generasi milenial sekarang digunakan sebagai mas kawin untuk meminang gadis pujaan.  

Ratna Zhuhry: “Sudah waktunya mas kawin menggunakan perhiasan mutiara,” (Foto: pelakubisnis.com)

Seperti untaian ratna mutu manikam di sepanjang khatulistiwa! Itulah kata-kata para pujangga yang memuja keindahan  kepulauan Indonesia yang hari itu tervisualisasi lewat untaian kalung mutiara yang tersusun indah di etalase  booth Permata Bunda milik pengusaha perhiasan, Ratna Zhuhry, di Pameran Warisan yang berlangsung 22 – 25 Agustus lalu di Jakarta Convention  Centre (JCC) Jakarta.

Mutiara sering kali disebut-sebut sebagai perhiasan kaum bangsawan. Di era Dinasti Qing, di China, para wanita bangsawan mengenakan untaian kalung yang terdiri dari  108 butir mutiara.

Dalam sejarah, mutiara  digambarkan sebagai simbol kekuasaan, kekayaan dan keanggunan. Seperti di Inggris, hingga sekarang menempatkan mutiara sebagai perhiasan resmi anggota keluarga kerajaan.

Mutiara terbaik mengeluarkan cahaya warna-warni putih, ungu, kuning, biru dan merah.  Hal ini mengingatkan kita pada resepsi pernikahan anak pejabat di Malaysia yang mengenakan gaun pengantin berhias mutiara pada bagian leher hingga penutup kepalanya. Dan ternyata gaun pengantin itu  hasil kreasi orang Indonesia. Rupanya tak hanya gaun pengantin, semua perhiasan yang dikenakan pengantin wanita memakai mutiara, sampai cincin kawinnya berhiaskan mutiara jenis South Sea Pearls.

Seperti diketahui, dari jenisnya ada mutiara air laut dan mutiara air tawar yang dihasilkan dari kerang yang berbeda-beda jenisnya.

Menurut Ratna Zhuhry, pakar perhiasan yang juga membudidayakan mutiara di daerah Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), untuk jenis mutiara yang terbaik saat ini adalah jenis South Sea Pearls,  seperti yang terdapat di Australia, Indonesia, Philipina dan Myanmar. Ada pula jenis Black Tahitian Pearls (mutiara hitam), mutiara yang banyak terdapat di Pulau Tahiti, Polinesia Prancis.  Lalu ada Fresh Water Pearls dari China. Adapula  mutiara  Akoya yang dihasilkan dari Jepang.  South Sea Pearls yang sering disebut Queen of Pearls adalah yang termahal.

Mutiara South Sea Pearls merupakan jenis mutiara yang pertama dibudidayakan di laut selatan dari spesies kerang laut selatan yang dalam bahas latin disebut Pinctada maxima.  Ada banyak varian spesies kerang jenis ini diantaranya bibir  kerang hitam (black lipped) yang menghasilkan mutiara hitam yang terkenal dengan Black Tahitian Pearls yang konon varian ini hanya bisa hidup di Tahiti. Ada pula varian White lipped oyesters, rainbow lipped oyster, Yellow lipped oyster yang menghasilkan mutiara berwarna keemasan yang dikenal dengan nama “Golden South Sea Pearl”.

Saat ini Australia masih nomor satu penghasil mutiara South Sea Pearls. “Karena mereka langsung mengambil dari alam. Sedangkan di Indonesia kita tidak boleh mengambil dari alam. Kita hanya boleh mengambil indungnya untuk kemudian dibudidayakan di tengah laut,”jelas Ratna.

Sementara, Akoya Pearls yang dihasilkan dari jenis kerang Akoya,  pertama kali dibudidayakan negara Jepang yang kabarnya dalam sejarah mengambilnya dari laut Indonesia juga.  Akoya Pearls sekarang sudah banyak dibudidayakan negara lain seperti China, Korea dan Srilanka.

Setidaknya ada 10 provinsi penghasil mutiara di Indonesia. Sebelumnya dari Indonesia hanya melakukan ekspor mutiara. Namun sejak 10 tahun terakhir para pebisnis mutiara mulai membidik pasar dalam negeri. Sudah banyak pedagang-pedagang mutiara baru yang menjualnya dalam bentuk perhiasan.

“Dalam 10 tahun terakhir masyarakat sudah bisa membedakan mana mutiara yang asli,” (Foto: Pelakubisnis.com)

Perusahaan mutiara di Indonesia banyak orang Jepang dan Australia. Mereka yang punya teknologinya dulu. “Kita ribut-ribut soal Freeport, padahal mutiara sudah lebih dulu dinikmati negara lain sejak puluhan tahun lalu. Seperti Jepang dan Australia sudah lama berbisnis mutiara disini, mengambil dari sini.  Bersyukur dalam 10 tahun terakhir ini  mulai banyak bermunculan pedagang-pedagang mutiara di tanah air,” ungkap Ratna yang berdarah Minang ini.

Ia menambahkan, berbeda dengan Australia yang sudah lama menjual mutiara langsung dari laut.  Di sini,  kita tak bisa sembarangan mengambil langsung mutiara di lautan Indonesia untuk kemudian menjualnya. Hanya mengambil induknya untuk kemudian dikembangkan dan dibudidayakan melalui proses penangkaran.

Alhasil, saat ini Indonesia mengekspor sekitar 3 sampai 4 ton mutiara ke seluruh dunia. Itupun tergantung dari kondisi alam. Kejadian banjir, tsunami dan gempa memberikan dampak yang kurang baik bagi habitat mutiara di tanah air karena rusaknya ekosistem.

Di Pameran Warisan, Ratna menampilkan  perhiasan kalung  mutiara dengan harga sekitar Rp 20 juta hingga Rp 300 jutaan. Bagaimana mengetes keasliannya? Di event tersebut ada Asbumi (Asosiasi Bumi Mutiara), melakukan pengetesan mutiara asli. “Baru belakangan ini orang Indonesia mengenal mutiara yang asli seperti apa,”terang ibu dua anak ini.

Meski Indonesia produksi terbanyak namun hingga saat ini pemerintah melarang kita mengambil langsung dari laut. Paling tidak diambil beberapa induknya untuk kemudian dibudidayakan.

Menurut Ratna harus menunggu 4 tahun untuk menghasilkan 1 mutiara dari 1 kerang. Sekali ternak 10 ribu kerang dan total nasional mungkin mencapai 1 juta kerang, namun hanya sekitar 70% jadi. “Kalau kondisi alam bagus kita bisa panen sampai 3 kali. Rata-rata 1 sampai 2 kali. Karena kondisi alam Indonesia yang kerap terjadi bencana alam, cukup mempengaruhi mutiara yang dihasilkan,”tambahnya.

Saat ini ibu berusia 70 tahun ini tengah memaksimalkan peluang mutiara menjadi nomor satu di dunia, karena hampir semua perairan di Indonesian sangat besar potensinya. Menurutnya, memang beda  dengan kerang yang dibiarkan hidup di laut lepas, dengan budidaya kerang-kerang ditangkar, otomatis mencari makannya terbatas,  tak seperti di perairan lepas dimana banyak plankton-plankton yang turut mempengaruhi mutiara yang dihasilkan dari seekor kerang.

Di Pameran Warisan Ratna membawa perhiasan kalung senilai Rp 20 juta hingga Rp 300 juta. Tahun keempat penyelenggaraan pameran ini penjualan mutiara Ratna terus meningkat.  Karena masyarakat semakin mengenal mutiara asli (south sea pearls). Mutiara dari Indonesia termasuk yang cukup diperhitungkan di bursa lelang dunia seperti Hongkong, Tokyo dan Kobe, tempat dimana seluruh grosir perhiasan dunia.

Sebagai perbandingan antara mutiara asli dengan tidak asli (fresh water), jika fresh water dijual  Rp 10 ribu/butir, sedangkan south sea pearls Rp 200 ribu sampai 100 juta/butir,  tergantung dari  kesempurnaannya.  Bahkan,  ada yang  sampai USD 440 ribu per butir.  GIA (Gemological Institute of America) Report Check yang mengukur keasliannya.

Perlu edukasi ke masyarakat bahwa mutiara kerang laut yang terbaik itu berasal dari South Sea Pearls. Orang Indonesia membudidayakannya di tengah laut. Untuk mendapatkan 1 butir mutiara saja kita harus menunggu selama 4 tahun. Berbeda dengan jenis Fresh Water yang proses budidaya nya hanya membutuhkan waktu 6 bulan, setelah itu mutiara pun  jadi dan tak lama luntur mengelupas. Sedangkan mutiara yang asli, south sea pearls bersifat long life, seumur hidup tak berkurang nilainya.[]Siti Ruslina/Ilustrasi: genpi.co