Puput Setyoko: Dari Budidaya Hingga Wisata Edukasi Jamur

Mimpi Puput Setyoko menjadi  karyawan terpaksa harus dipendam karena cacat bawaan buta warna yang menjadi penyebab ia selalu gagal ikut test menjadi karyawan perusahaan.  Siapa sangka cacatnya itu justru mengantarnya   menjadi  wirausahawan di industri jamur dengan  omzet hingga Rp180-an juta/bulan?  

Lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada 2010, Puput mencoba peruntungan mengejar mimpinya menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Namun malang tak dapat ditolak, berkali-kali melamar kerja, selalu gagal pada tahapan test kesehatan. Apa pasalnya? 

“Saya memiliki cacat bawaan yaitu buta warna.  Sementara bidang pekerjaan yang diminati tidak bisa menerima karyawan buta warna.  Meski saat itu saya pernah ikut saudara bekerja serabutan di Kalimantan.  Namun tak bertahan lama karena tak sanggup menanggung biaya hidup tinggal di sana. Per hari saya dibayar Rp70 ribu. Sementara pengeluaran untuk makan dan lain-lain di sana tidak murah. Akhirnya saya kembali ke kampung halaman,” kata Puput Setyoko, UMKM Milenial dari Dusun Jowahan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, kepada pelakubisnis.com membuka percakapan.

Menurutnya, banyak hikmah yang bisa dipetik dari keterbatasan tersebut. Justru karena keterbatasan itu,  menuntunnya kian tegar menghadapi realitas. Asa di depan masih luas! Profesi apa pun bisa menjadi jalan masuk menggapai sukses.  Yang penting ada kemauan dan tekad  kuat untuk mencapainya.

Hingga suatu hari muncul keingintahuan mengenai  jamur.  “Kebetulan Saya suka menu masakan tumisan  jamur buatan ibu. Dari situ terbersit pertanyaan, dari mana asal jamur ini? Saya pun mencari tahu hingga menemukan tempat budidaya jamur di daerah Temanggung, Jawa Tengah. Sayangnya  saat itu saya tak mendapat informasi apa-apa tentang cara budidaya  jamur,” kata bapak yang dilahirkan di kawasan Wisata Candi Borobudur pada 22 Juli 1991.  

Tak putus asa, keingintahuan budidaya  jamur semakin menggebu hingga akhirnya menemukan tempat budidaya jamur di daerah Bandungan, Yogyakarta.   Ia melihat langsung cara budidaya jamur dengan media baglog dengan bahan utama serbuk kayu gergaji.   

Bersyukur  saat itu tanpa sengaja ia mendapat ilmu cara membuat baglog ketika hendak membeli beberapa potong baglog.  Karena menawar minta potongan harga, si penjual justru menantangnya. Dikasih diskon tapi dengan syarat ia harus membantunya membuat  baglog. “Pucuk dicinta ulam pun tiba. Mungkin demikian — dalam hati saya – cara Gusti Allah SWT membimbing umatnya menggapai sesuai.  Sudah dapat diskon, saya dapat ilmu  budidaya jamur,”cerita Puput.

Tawaran itu bagaikan “ketiban durian runtuh” nya dan membuatnya senang bukan kepalang.  Akhirnya ia pulang membawa 250 batang baglog yang dibawa menggunakan motor roda tiga. Namun di perjalanan – karena jalanan yang berliku dan berbukit-bukit — sempat membuat kendaraan terjungkal.  Ratusan baglog pun berjatuhan.

Tak patah arang, ia bangkit dan berhasil membawa sekitar 150 baglog yang tersisa.  Singkat cerita ia mulai belajar membudidaya jamur. Untuk kali pertama ia berhasil mendapatkan  hasil panen sebanyak 1 kg jamur tiram mentah dan langsung dijual ke pasar. Bukan kepalang senangnya hatinya karena berhasil memanen jamur tiram meski harga jualnya jauh dari harapan.

Tahun 2014 ia mulai dapat memanen lebih banyak jamur. Bahkan sampai rela menjual laptop yang dibeli selama bekerja di Kalimantan, untuk mengembangkan bisnis budidaya jamur tiram. Menurutnya ternyata tak sulit menjual jamur tiram mentah karena pasarnya sangat besar.  Hingga akhir 2015 ia mulai merekrut satu orang karyawan, karena usahanya sudah mulai berkembang.

Tahun 2017 ia menikah dengan Isna Yuliani. Setelah menikah, ia meminta istrinya untuk berhenti bekerja dan fokus membantunya mengelola usaha budidaya jamur. Pasalnya, di tahun itu  usaha Puput kian berkembang, mulai kebanjiran order. Bila sebelumnya hanya menjual hasil panen jamur tiram, kemudian berkembang  menjual baglog dan bibit jamur. “Saya  minta istri  mengelola produk olahan jamur seperti keripik jamur dan produk lainnya,”tuturnya.

Sejak 2017 itu lah milestone di mana Jamur Borobudur mulai merambah ke usaha produk olahan jamur.  Awalnya ia masuk ke angkringan dan warung-warung makan. Ia kemas olahan jamur dalam bungkus plastik.  Dijual Rp1500/20 gram. Sedangkan warung-warung tersebut menjual Rp2000/20 gram. Untuk 1 kg olahan jamur  bisa jadi 50 bungkus.  

Dan di tahun 2018  saya mulai membangun brand dengan nama Jamur Borobudur.  Meski awalnya ada kendala karena terjadi perdebatan soal penggunaan nama Borobudur dari Dirjen HKI (Hak Kekayaan Intelektual), karena tak boleh digunakan menjadi nama brand. Namun karena menggunakan gambar Candi Borobudur,  saat itu   diperbolehkan.  “Kenapa menggunakan nama Borobudur, terus terang itu pakai strategi ‘nebeng’ karena nama Borobudur sudah terkenal. Akhirnya saya pakai nama itu untuk mengangkat bisnis jamur saya. Kebetulan pusat budidaya jamur dan  produksi berada di sekitar kawasan Candi Borobudur,”ungkap Puput yang sudah melengkapi usahanya dengan sertifikat  izin pangan industri rumah tangga (PIRT)   sebagai produk oleh-oleh.

Di tahun yang sama ia masuk ke segmen pariwisata menawarkan wisata edukasi jamur.  Ayahnya yang  bekerja sebagai kusir andong  sering menawarkan kepada para tamu yang datang ke Taman Candi Borobudur. Ternyata tak sedikit penumpang andong ayahnya berminat mengunjungi  tempat produksi jamur Borobudur.  Melihat-lihat proses budidaya jamur, pengolahan jamur menjadi keripik.  Jadi selain bisa melihat pemberdayaan masyarakat, para wisatawan juga dapat membeli  keripik jamur  langsung dari dapur Jamur Borobudur.

Dari permintaan pasar yang terus meningkat,  akhirnya pada tahun 2019  ia  membangun Gallery Jamur Borobudur di satu kawasan di tempat budidaya jamur. Di belakang pendopo terdapat tempat produksi pengolahan dari produk-produk jamur dan terdapat lokasi budidaya jamur. “Jadi agro wisata yang saya tawarkan dari mulai melihat proses budidaya jamur, melihat cara memanen jamur, proses pengolahan menjadi produk aneka kuliner dan gerai menjual produk olahan jamur,”paparnya .

Mereka yang berkunjung ke Gallery Jamur Borobudur tidak dipungut biaya. Tujuan didirikan Gallery Jamur Borobudur untuk penjualan. Tapi tidak hanya terbatas pada penjualan, melainkan ada edukasi tentang proses budidaya jamur. Makanya harga jual produk olahan jamur di galeri ini lebih mahal dibandingkan harga pasaran. Hal lain dengan  membuat Gallery Jamur Borobudur, niatnya juga untuk memperlihatkan budidaya jamur bisa berkembang di kawasan wisata Candi Borobudur. Dengan berdiri galeri ini, maka secara tidak langsung mengajarkan teman-teman UMKM di sekitar Borobudur. UMKM-UMKM di Borobudur harus bertransformasi mengembangkan usaha. Menurutnya, Borobudur merupakan magnet yang bisa menarik pengunjung, sehingga menimbulkan multiplier effect bagai masyarakat lokal.

Ia pun  menjajaki  kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dengan dunia pariwisata. Selain dengan Dinas Pariwisata, ia juga bekerjasama dengan para pemandu wisata, hotel dan agen-agen travel dengan menawarkan paket kunjungan wisata edukasi jamur ke galerinya.  Wisatawan yang berkunjung ke Gallery Jamur Borobudur tidak dipungut biaya. Tapi pada akhirnya galeri bertujuan  mendongrak penjualan.

Kini Gallery Jamur Borobudur  semakin banyak disinggahi wisatawan lokal hingga wisatawan asing. Sebelum pandemic banyak wisatawan mancanegara datang kemari. Lewat wisata edukasi, nama Jamur Borobudur dikenal hingga turis mancanegara seperti dari  Jepang, Belanda, China, Korea dan lain-lain.

Tak hanya itu, ia juga menjalin hubungan dengan komunitas-komunitas, seperti komunitas mobil  VW, mobil Jeef dan banyak lagi komunitas-komunitas lainnya. Bahkan komunitas mobil VW sudah mencantumkan paket wisata edukasi ke Gallery Jamur Borobudur. “Tak jarang mereka ini melakukan kunjungan ke Gallery Jamur Borobudur sebagai kunjungan agro wisata, sekaligus melakukan edukasi bagaimana melakukan budidaya jamur. Setelah mereka pulang dari kunjungan, biasanya membeli oleh-oleh berbagai macam produk olahan dari jamur,”ungkap Puput yang saat ini memiliki 15 tenaga kerja termasuk istrinya.

Jamur Borobudur juga bekerjasama dengan komunitas andong, sepeda ontel dan sebagainya. Ia melakukan pendekatan ke komunitas-komunitas ini sebagai mitra wisata. Sebagai catatan, yang paling banyak memberikan kontribusi bagi pendapat Gallery Jamur Borobudur adalah transportasi.

Diakui  profit terbesar memang berasal dari penjualan langsung di  Gallery Jamur Borobudur ini. Karena ia tak perlu melalui pintu bakul-bakul para pedagang di pasar dan di pusat oleh-oleh. Akhirnya segmen pasar  wisata edukasi ini yang memberikan kontribusi  terbesar dibandingkan segmen pasar yang lain.

Omzet terbesar dari makanan olahan dan kunjungan wisata sebesar 60%, untuk baglog kontribusinya 10%, sisanya dari penjualan bibit dan peralatan bahan pembuat jamur. Saat ini usaha Puput semakin berkembang. Tak hanya menjual keripik jamur tiram, krupuk jamur matang, ada juga jamur kuping crispy dan  item produk terlaris adalah keripik jamur tiram.

Sedikitnya terbentuk tiga segmen pasar Jamur Borobudur. Pertama segmen petani  yang berminat berbudidaya jamur yang membeli  bibit jamur. Kedua, menjual baglog sampai peralatan bahan-bahan budidaya jamur. Ketiga, hasil panen jamur para petani akan ia beli  untuk diolah menjadi  makanan olahan jamur. Kalau dulu ia jual jamur mentah ke pasar-pasar, sekarang fokus pada pengolahan jamur menjadi makanan. Pasar jamur  mentah yang begitu besar biarkan dinikmati para petani agar mereka semangat memproduksi jamur.

Menjual olahan jamur  nilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan menjual jamur mentah.  Bila tahun 2015 omzet jamur mentahnya  berkisar Rp 150 ribu/hari,  di tahun 2018 sejak menjual hasil pengolahan makan berbahan jamur, omzet naik sekitar Rp 50 juta/bulan. Namun karena pandemic omzet menyusut di kisaran Rp 30 – 33 juta/bulan. Mulai tahun ini – ketika pandemic mulai melandai omzet meningkat mencapai Rp 100 -180 juta/bulan. Omzet sebesar itu tergantung momentumnya. Pada akhir tahun dan lebaran omzet mampu menembus angka Rp 180 juta/bulan. Kontribusi terbesar wisata olahan hasil jamur.

Belakangan ini ia sering dilibatkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang untuk mewakili UMKM-UMKM bila ada pameran atau pelatihan. Seperti Oktober 2022 ini ia dipercayai membawa produk-produk dari Magelang untuk diperkenalkan ke Surabaya dalam acara Jatim Fair. Tak hanya produk jamur, tapi ia juga membawa produk-produk lain dari teman-teman UMKM.

Kini usahanya semakin berkembang luas. Sekarang tidak hanya sebagai budidaya jamur, menjualan baglog, bibit jamur  dan menjual olahan jamur, tapi ia juga kerap menadi mentor untuk mengajarkan budidaya jamur di sekolah-sekolah, lembaga pendidikan keterampilan (LPK), ke lembaga pemasyarakatan (LP), dan dinas-dinas yang sering mengadakan pelatihan  keahlian, termasuk budidaya jamur. Terakhir ini ia melakukan pelatihan di Lembaga pemasyarakatan (Lapas). “Mereka yang akan bebas masa tahanan, biasanya dibekali beberapa keahlian. Diantaranya keahlian budidaya jamur. Untuk pelatihan jamur saya sering dijadikan mentor pelatihan itu,”ungkapnya.

Tidak hanya itu. Kampus-kampus pun sering mengadakan pelatihan dalam bentuk program pendampingan masyarakat. Banyak kampus di Jawa Tengah mengundang saya untuk melakukan pelatihan budidaya jamur dan pengolahan jamur.

Pengalaman menjadi mentor itu, kini berkembang luas dengan memanfaatkan media sosial (instagram, facebook dan sebagainya). “Pengalaman itu saya posting di media sosial. Ternyata banyak yang merespon. Akhirnya secara berlahan saya mulai dikenal sebagai mentor budidaya jamur,”kata puput yang di masa pandemic lalu  sering diundang menjadi pembicara dalam webinar  tentang budidaya jamur.

Dulu ia tak terpikir usaha jamur ini bisa berkembang sampai seluas ini. Terlebih, dari hasil usaha jamurnya, sekarang ia bisa meneruskan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata, di Semarang. “Kenapa saya memilih kuliah di program pendidikan (prodi) Pariwisata? Saya melihat kawasan wisata Borobudur bila ada acara-acara bertarap internasional, biasanya mengambil tenaga dari luar kawasan Borobudir. Orang-orang di sekitar Borobudur belum mampu menjadi event organizer, misalnya. Jadi di Borobudur ini kekurangan orang-orang yang mengerti di bidang pariwisata,”cerita Puput.

Dari sini ia mimpi  ingin Candi Borobudur tidak hanya sekedar candi. “Saya ingin ada daya tarik lain di luar kawasan Candi Borobudur dengan memberdayakan masyarakat lokal. Masyarakat sekitar candi belum sadar bahwa kawasan menuju Borobudur banyak peluang yang bisa dioptimalkan. Tapi ketika saya berbicara peluang itu, tapi tidak memahami ilmunya kan  omong kosong. Saya kuliah di pariwisata ini untuk mencari ilmunya, kemudian bisa mengoptimalkan potensi di sekitar Borobudur,”papar Puput Setyoko.

Kandidat  UMKM Terfavorit 2021 versi  Program  kewirausahaan   ‘Jemput Rejeki’ besutan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno ini tak pernah menyangka pada akhirnya ia berkecimpung di bisnis budidaya jamur hingga melakukan diversifikasi usaha ke  makanan olahan  jamur.   Bahkan ia sampai  masuk ke segmen agro wisata. Tak sedikit wisatawan lokal dan mancanegara yang sudah berkunjung ke tempatnya yang berada di lokasi Dusun XIX, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah,   yang  berjarak tak sampai  2 kilometer dari  Kawasan  Taman Wisata Candi Borobudur. Mimpinya, kelak wisatawan tidak hanya mengenal Candi Borobudur saja, tapi juga mengenal Gallery Jamur Borobudur.[] Siti Ruslina