Menangkap Pasar Milenial Muslim

Boleh jadi milenial muslim merupakan pasar yang seksi. Mereka yang dapat memetakan produk atau jasanya di segmen tersebut. Bukan tidak mungkin “busur panah” pemasaran mampu menembus target pasar tersebut.

Menurut pengamat pemasaran dari Inventure, Yuswohady, pola perilaku milenial dibentuk oleh gaya hidup yang dialami dan mempengaruhi pola pikirnya dan pola perilakunya. Para marketer perlu lebih dalam  melihat pola belanja milenial tersebut, pola konsumsi medianya, pola konsumsinya seperti apa dan sebagainya.

Sementara Ivan Ally, SVP  Marketing Communication Bank Syariah Indonesia (BSI) menyampaikan,  pihaknya juga melakukan pengkajian yang melahirkan Gen Sy (Generasi Syariah). Sebagai pemasar ia melihat segmentasi itu penting sekali. “Dalam konteks segmentasi kami di Bank Syariah Indonesia (BSI-red) melihat ada segmentasi yang seksi. Bahkan, boleh dikatakan  bahwa kemenangan brand hari-hari ini dan kemenangan brand ke depan bila bisa melihat segmentasi ini,” katanya dalam acara Webinar Millennial Muslim Megashift, pada 22 April lalu.

Ia menambahkan bahwa pandemi telah memicu lahirnya Gen-Sy (Generasi Syariah) yang mulai mencari keseimbangan yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

“Kajian kami di BSI menunjukkan bahwa keseimbangan hidup dunia-akhirat, keseimbangan pikiran dan jiwa, gaya hidup sehat, hingga gaya hidup syariah modern kini menjadi sesuatu yang kian penting bagi kaum muslim milenial,” ungkap Ivan yang juga menjadi pembicara dalam event tersebut.  

“Gen-Sy ini selalu berkeinginan menjalankan gaya hidup syariah modern sebagai solusi untuk mengadopsi nilai Islam yang kekinian. Contohnya adalah berbusana muslim kekinian, berbelanja secara online, melakukan transaksi secara digital berbasis syariah, menjalankan gaya hidup sehat, hingga mengembangkan portofolio investasi syariah,” ujar Ivan yang juga menjadi pembicara dalam event tersebut. 

“Kami ada paradoks dalam konteks penggunaan teknologi Indonesia menjadi bangsa peringkat ke-6 di dunia. Tapi, ternyata para milenial Indonesia disebuta sebagai netizen yang nggak sopan,” lanjut Irfan.

Sementara BSI sebagai institusi finansial melihat gaya millennial dalam menangkap informasi yang hanya sebatas kulit luarnya saja. Ini merupakan suatu kegelisahan millennial. Itu merupakan momentum yang harus ditangkap. Apalagi di masa pandemic ini, kata Ivan, membuat millennial membuat keseimbangan baru.

Boleh jadi fenomena itu, kata Ivan menjadi king killer. Itu yang harus dicarikan obatnya. Bagaimana cara mencari obatnya? “Akhirnya kami ingin menjadi brand yang paling dekat pertama kali dengan milenial,” katanya. Di mana bSI membuat gerakan yang namanya Gen Sy.

Segmentasi itu, lanjut Ivan adalah segmentasi milenial, gen Y dan Z. dalam kampanye di Indonesia akan ada ledakan populasi pada tahun 2045. Menurut data terakhir gen Y dan Z saat ini sekitar 70 juta jiwa dengan kisaran kelahiran tahun 1981-1985 dan yang termuda kelahiran 1997. Sedangkan gen Z yang diperkirakan usianya 35 – 40 tahun jumlahnya mencapai 75,4 juta jiwa.

Kegelisahan milenial tersebut menjadi keseimbangan. Ada empat sampai lima hal yang diamati bahwa milenial itu mengalami ketidakseimbangan antara bekerja dan di luar pekerjaannya. “Ada sejumlah poin utama yang kami tangkap. Poin pertama,  di mana pandemi membuat orang bekerja makin gila-gilaan.Kami melihat gejala itu,” katanya.

Ivan menambahkan, semua brand beralih ke segmen tersebut. Di segmen ini bisa menjadi teman dan sahabat. “Lalu kita melihat kegelisahan-kegelisahan apa yang dialami kaum milenial?” katanya seraya menambahkan di segmen ini mendominasi populasi penduduk Indonesia (55%). Dari jumlah tersebut sekitar 87 % penduduk muslim. Kita melihat jumlah penduduk muslim ada kegelisahan-kegelisahan di kalangan milenial.

Poin kedua, milenial itu ternyata  gaya hidupnya tidak sehat. Kemudian poin ketiga, internet dan digital menumpah-ruahkan informasi. Phobia informasi menjadi overload. Bagus dalam konteks tertentu.  Tapi, terpaan informasi yang bertubi-tubi ini, membuat milenial hanya mengambil “kulit-kulit”-nya saja. Mereka mempertanyakan apakah danareksa itu halal dan sebagainya.

Difrensiasi finansial BSI  seperti infaq sodakoh, wakaf dan lain-lain ternyata tahun kemarin  mengalami lonjakan yang luar biasa. “Salah satu fitur  kami menjadi yang favorit. Di mana teman-teman milenial tetap ini berbuat banyak, tetap ingin berbuat untuk orang lain. Caranya memang harus difasilitasi dengan tools-tools tertentu fitur-fitur yang memungkinkan teman-teman memaksimalkan hal itu,” tambahnya.

BSI ingin meng-create teman-teman milenial dalam balutan bukan hanya kegiatan duniawi saja, tapi kita ingin mengajak ikut berkecimpung ke ranah sosial dan kegiatan-kegiatan spiritual.

Jadi menurut Yuswohady, kalangan  marketing bisa belajar dari BSI, bagaimana  membidik  customer atau segmen milenial dengan cara membrandingkan mereka.  Hal ini mengidentifikasi segmen yang akan dibidik,  agar segmen itu mempunyai identitas. 

Pasalnya, BSI melihat milenial ini masih kental, tetapi kalau ada identitas atau rujukan tertentu, kata Ivan, dapat mudah diadopsi misalnya gejala K Pop. Ini bagian dari upaya identifikasi  brand. “Kami melihat itu penting dilakukan. Makanya kami ingin membawa K-Pop dengan Gen Sy,” tandas Ivan serius.

Walaupun diakuinya  masalah bank syariah masih menjadi pekerjaan rumah (PR). Karena literasinya masih kecil. Namun demikian fenomena itu merupakan PR sekaligus peluang. Contohnya tahun 1991, Bank Muamalat lahir, tapi secara market share  sampai sekarang masih 8 persen. Artinya perlu menggenjot informasi yang memadai tentang literasi syariah. “Saya kira memang perlu maksimal yang harus dilakukan oleh institusi syariah untuk memperkenalkan lebih luas tentang potensi-potensi yang ada dalam konteks syariah,” jelasnya.

Memang ada istilah-istilah yang menyulitkan. Tapi itu, kata Ivan, sebagian dari tugas marketing communication untuk bisa menyederhanakan segala sesuatunya. “Alhamdulillah BSI mendapat momentum yang baik sekali. Sejak digulirkan 1 Februari kemarin, teman-teman bisa cek sendiri melalui google dan publisitas dalam sejumlah media yang yang mengendor kehadiran BSI. Tentu ada pro-kotra. Saya tidak melihat kontranya, tapi saya melihat pro-nya jauh lebih banyak. Artinya ini momentum yang bagus yang harus dimanfaatkan perbankan syariah,” katanya mengunci percakapan. [] Siti Ruslina