Menguak Filosofi Sejahtera dan Sehat Kutus Kutus

Kekuatan membangun ekosistem setara dengan pendekatan filosofi sejahtera dan sehat, membuat Kutus Kutus sukses menembus pasar domestik dan internasional. Ditambah personal branding yang dibangun Bambang Pranoto membuat sosoknya menjadi icon Kutus Kutus!

Setelah  20 tahun lebih menjadi profesional di perusahaan  multinasional Phillips dan perusahaan telekomunikasi, akhirnya tahun 2002 ia memutuskan  hidup senyap di sebuah desa  kecil  di  Bona,  Gianyar, Bali.  Di sekitar rumahnya terdapat sejumlah pure  tanpa tetangga. Untuk mencapai kediamannya harus melalui jalan setapak sepanjang 152 meter dari jalan beraspal dan di kanan kiri jalan terdapat saluran air (subak-red) – irigasi untuk mengalirkan air ke sawah di sekitar itu.

Sharing Servasius Bambang Pranoto (kanan), penemu minyak Kutus Kutus dalam acara Indonesia Brand Forum 2021 yang dipandu Managing Editor Majalah SWA, Teguh Sri Pambudi /Foto : pelakubisnis.com

“Saya pindah ke Bali ini mengasingkan diri untuk menghindari pekerjaan yang sifatnya rutin. Kalau orang Jawa bilang cari jalan tenang. Saya bertempat tinggal yang sangat remote. Tapi karena saya  harus makan, maka  memutuskan  membuat warung. Warung itu sangat spesifik, bahkan turis yang datang juga sangat spesifik, hanya turis Perancis,” kata Servasius Bambang Pranoto yang kerap disapa Babe ini.

Suatu ketika, cerita Babe,  ia mengalami kecelakaan kecil ketika melintas di jalan pematang yang diapit dua subak itu  dengan membawa beban cukup berat. Tak dinyana kaki kirinya ke jeblos, sementara kaki kanannya tetap berada di posisi di atas pematang. Pada saat itu masih bisa melanjutkan perjalanan sampai ke rumah.

Baru mulai timbul rasa sakit di sekitar kaki kirinya pada malam hari. Sekujur tubuhnya mendadak demam. Rasa sakit di kaki kirinya semakin menjadi-jadi. Berbagai obat dokter tak mampu meredam rasa sakit. “Dari situ mulai terpikir menciptakan ramuan herbal berbahan minyak-minyak,” jelas Babe di acara Indonesia Brand Forum (IBF) 2021 yang diselenggarakan Inventure pada awal November lalu.

Menurutnya, sejak tahun 1988 ia belajar Meditasi dan Yoga. “Kebetulan saat itu saya tinggal di Belanda. Di Belanda itu pusatnnya  Transcendental Meditation.  Ini merupakan  sebuah proses meditasi dengan berkonsentrasi sampai akhirnya mantra datang dengan sendirinya serta pikiran timbul pada saat bermeditasi,“ujarnya seraya menambahkan ia belajar  di Masaya Namaste Large Yoga. Salah satu ajarannya menyebutkan tubuh  kita adalah alam semesta. Jadi, semua apa yang diinginkan ada di dalam diri kita. Cuma kita tidak merasa atau mengandalkan pada  pengetahuan, kepada guru, kepada sekolah. Padahal di dalam kita semuanya ada.

Lebih lanjut ia menambahkan, DNA kita yang sudah berumur jutaan tahun menyimpan memori yang  sangat luar biasa. Apa pun sebetulnya ada di dalam diri kita. Sekarang bagaimana kita bisa menengok atau mencoba, mendengar atau mempelajari apa yang ada dalam  DNA kita. Biasanya di dalam  transcendental meditation itu diminta setiap hari minimal  20 menit duduk diam. Saat itu muncul pikiran liar,  Babe menyebutnya seperti  “benang kusut”, tapi lama-lama  akan diam, lalu sangat diam. Di situ semua yang ada ‘warisan’ pada diri kita terlihat dengan jelas.

Inspirasi pengobatan kaki Babe tersebut boleh jadi hasil dari meditasi dan yoga. Berdasarkan hasil meditasi itu ia mendapati  rahasia 49 jenis minyak-minyakan yang  dapat menjadi obat mujarab. Dari situ Babe menemukan formula minyak-minyakan yang mujarab untuk berbagai penyakit. Termasuk sakit kakinya  menjadi sembuh dari  ramuan minyak yang dihasilkannya.

Kemudian cerita nama Kutus Kutus, menurut  Babe, diperoleh ketika suatu malam ia  pergi ke Tampak Siring. Di situ ada tempat pemandian. ”Ketika turun dari mobil, kemudian dari belakang ada yang memukul bahu saya. Saya nggak berani menengok ke belakang atau ke samping. Sebab, saya tidak melihat di sekitar pakiran mobil  pada malam itu tak  ada orang satu pun. Lalu terdengan suara bahwa minyak yang saya buat itu harus cepat diproses dan diberi nama Kutus Kutus,”ungkap pria kelahiran 13 Mei 1955 ini.

Ia menambahkan Kutus Kutus itu berarti 8 – 8. Angka ini sirklus yang tidak terputus-putus. Dari peristiwa malam itu, barulah pada tahun 2013 mulai diproduksi dengan nama Kutus Kutus. “Dari mulai membuat minyak sebagai obat pada tahun 2011  sampai 2013, saya perkenalkan minyak ini ke teman-teman saya. Teman-teman yang memakai minyak saya mengatakan ternyata berkhasiat. Ada yang kena struk bisa, sembuh, “katanya serius seraya menambahkan banyak  teman-temannya  bilang, ini  minyak sakti.

Teman-teman mengusulkan bagaimana kalau minyak ini dikomersialkan, agar banyak orang bisa merasakan kesaktian dari minyak ini. “Baru pada tahun 2013 saya produksi minyak ini dengan nama Kutus Kutus. Sejak dipasarkan tahun 2013  minyak balur Kutus Kutus berkembang  menjadi  fenomena keajaiban sebuah pengobatan dan keyakinan. Dari sebelumnya 49 racikan bahan herbal, kemudian ditambah menjadi 69 racik dari bahan-bahan herbal, seperti dari akar, batang, buah, bunga, hingga daun, minyak balur ini diyakini  ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Bagaimana tidak? Menginjak tahun ke-8, produksi Kutus Kutus sudah mencapai 24 ribu botol per hari, atau 700 ribu botol setiap bulan. Kini, produk tersebut terserap dipasaran sebanyak 6-7 juta botol per tahun, dan pemasarannya bukan hanya di  Indonesia saja, melainkan juga diedarkan ke Australia, Eropa, dan negara-negara lain.

“Hampir di seluruh kota kecamatan di seluruh Indonesia, kami punya penjual. Hampir seluruh ibukota di dunia kita punya penjual, mulai dari New York sampai London, dari Rusia sampai ke Italia. Terutama di Eropa kota-kota besar kami punya penjual. Kenapa pasarnya bisa meluas? Karena khasiatnya, akhirnya mereka percaya. Mereka memakai dan mereka membuktikan setiap hari. Ini bergulung-gulung antara memakai percaya, terus menerus, akhirnya semakin hari semakin besar,” ujarnya.

Bambang Pranoto (Babe), penemu Kutus-Kutus,   tidak hanya jago meracik produk-produk herbal,  melainkan   piawai  dalam   strategi pemasaran, dan ahli  dalam aplikasi teknologi. Sehingga  sejak awal  memasarkan Kutus-Kutus ia sengaja menggabungkan  kekuatan antara word of mouth dengan sosial media.  Padahal Kutus Kutus baru mendapat izin edar  pada tahun 2017, tapi pemasarannya begitu melesat.

Doktor Ilmu Pemasaran  dari London School of Economics ini meyakini pemanfaatan media sosial merupakan salah satu teknik pemasaran yang ampuh, terutama bagi merek-merek yang tumbuh di era disrupsi digital. “Selain tak memerlukan biaya, pemanfaatan sosial media  juga bisa memberikan dampak yang besar terhadap produk yang dipasarkan,” ujarnya membuktikan dimulai dari satu orang reseller, sekarang  punya 50 ribu reseller se-Indonesia dan 20.000 reseller di dunia.

Sampai sekarang, kata Bambang, belum pernah beriklan di media massa. “Bahkan, justru media massa (media cetak, media televisi dan online) datang ke saya mewawancarai saya. Ini kan sama saja promosi gratis,” katanya serius.

Babe  menegaskan,  brand story menjadi kunci. Dia meyakini, tonggak bersejarah Kutus Kutus adalah ketika kisah proses penemuan minyak ini menjadi story telling yang tersebar luas dengan warna-warni kehidupan menarik di media sosial. “Dari kejadian itu kita belajar bagaimana strategi marketing dan strategi membangun kredibilitas.” ucapnya.

Lebih lanjut ditambahkan, sejak tahun 2013 Kutus-Kutus sudah memanfaatkan facebook sebagai sarana pemasaran.  “Saat itu saya sudah memanfaatkan pemasaran media facebook. Setiap hari  saya menulis sekitar 30-an artikel apa pun termasuk “dagelan” di facebook. Sampai akhirnya banyak yang menyukai tulisan saya. Kalau saya sehari saja tidak menulis, banyak pembaca yang bertanya,” tandasnya mengenang masa silam.

Dari media sosial dan komunikasi getok tular (dari mulut ke mulut) ini Kutus-Kutus menyebar luas di Indonesia, bahkan dunia. “Mereka yang menjadi penjual (reseller) biasanya mereka yang telah mencoba khasiat minyak Kutus Kutus. Akhirnya mereka tertarik memasarkan Kutus Kutus,”kenang Babe.

Bahkan, di  masa pandemic Covid-19  membawa berkah. April 2021 lalu, misalnya, penjualannya mampu menembus angka 2 juta botol dalam sebulan. “Saat itu,  Saya bikin promo beli dua dapat tiga botol. Langsung market menyambut dengan 2 juta botol perbulan,” katanya serius.

Menurut  Babe,  prinsip yang tak kalah penting untuk  meraih sukses membangun brand adalah  membangun ekosistem yang setara. Produsen, penjual, dan pemakai produk harus mendapatkan manfaat dan kesejahteraan secara setara. Di mana produsen pendapat untung, penjual pun mendapat untung sedangkan pembeli (pemakai-red) mendapat kesembuhan dari menggunakan minyak Kutus Kutus.  Kalau mata rantai ekosistem jadi “kejomplang”, maka bisnis tidak akan berkelanjutan.

Harga jual minyak Kutus Kutus sebesar Rp 230.000/botol. Dari jumlah itu, Rp 130.000/botol  untuk penjual, sedang produsen hanya mendapat Rp 100.000. Justru yang lebih besar pendapatannya adalah para  penjual.

Babe menilai, keberhasilan usaha yang dijalaninya selama ini adalah kekuatan membangun ekosistem dengan filosofi sejahtera dan sehat. “Karyawan Kutus Kutus mendapat gaji 2 kali lebih besar dari UMR (upah minimum regional-red), sehingga karyawan pun merasa senang bekerja di sini,”  tambah Sarjana Teknik Elektro, Univeritas Satya Wacana, Salatiga ini.

Sementara selama ini menurutnya pasokan bahan baku disuplai oleh sejumlah pemasok yang dari dulu sampai sekarang tetap setia memasok bahan baku. Menurut Babe pihak pemasok merasa senang memasok bahan baku ke Kutus Kutus karena walaupun harga bahan baku di pasaran sedang turun, tapi manajemen Kutus Kutus tetap membeli dengan harga lama, tanpa ada penurunan harga.

Sejak awal Kutus-kutus menerapkan prinsip itu, sehingga tidak heran  jika loyalis  Kutus-Kutus   yang disebutnya  sebagai Kutusian  bertambah hingga pelosok pedesaan. “Kami punya  Republik Kutus-Kutus,  yang persaudaraannya erat dan bersama-sama  sehat dan sejahtera,”   kata Babe yang tidak pernah memanfaatkan iklan konvensional, tapi sangat percaya  bahwa  personal branding itu maha penting.

Bahkan, Babe sendiri membangun personal branding. Dirinya di tengah Kutusian di setiap pertemuan selalu dielu-elukan. Itulah kekuatan personal branding seorang Servasius Bambang ‘Babe’ Pranoto. Kutus Kutus sangat identik dengan sosok yang akrab disapa Babe ini. [] Siti Ruslina/Foto: mandiriwealthmanagement.com