Co-firing PLTU Ketapang dan Sanggau Resmi Beroperasi Komersial

Jakarta, 31 Desember 2020, pelakubisnis.com – Implementasi cofiring biomassa berbasis cangkang sawit pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ketapang berkapasitas 2×10 Mega Watt (MW) dan PLTU Sanggau 2×7 MW resmi beroperasi secara komersial pada 29/12. Peresmian ini dilakukan secara daring dan dihadiri langsung oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.

Dadan mengapresiasi komersialisasi Cofiring kedua PLTU tersebut sebagai bukti keseriusan PLN dalam meningkatkan kontribusi EBT dalam bauran energi nasional.

“Kami sangat mengapresiasi upaya PLN dan group dalam Golive Komersial Cofiring PLTU Ketapang dan PLTU Sanggau. Apresiasi kami kepada PLN dan group untuk terus mendukung upaya transisi energi yang berbasis energi terbarukan berkelanjutan, dimana salah satu program green booster-nya PLN ada cofiring pada PLTU eksisting dengan menggunakan baik itu biomassa ataupun sampah,” ungkapnya, sebagaimana yang dikutip dari rilis Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama, pada 31/12

Setelah PJB berhasil Go Live Komersial di PLTU Paiton, PLTU Pacitan, PLTU Jerajang, PLTU Suralaya 1-4, PLTU Ketapang dan PLTU Sanggau berhasil, Dadan berharap akan segera disusul dengan Go live komersial dari di PLTU-PLTU yang lainnya.

Apresiasi pemerintah kepada UIKL Kalimantan karena Go Live Komersial PLTU Ketapang 2X10 MW dan PLTU Sanggau 2X7 MW lantaran kedua PLTU tersebut merupakan PLTU pertama yang dikelola oleh unit induk PLN yang melakukan implementasi cofiring secara komersial.

“Ini sesuatu yang sangat smart dari sisi bagaimana kita secara pas memahami kondisi PLN dari sisi supply dan demand dan bagaimana Pemerintah dan PLN sedang berjuang untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan secara masif. Substitusi yang kita lihat sekarang tidak perlu mengganti teknologi dan PLTU. Cofiring bisa menjadi salah satu terobosan,” tutur Dadan.

Selain mendukung kontribusi capaian EBT, Ia meyakini implementasi program cofiring biomassa khususnya yang berbasis sampah dan limbah memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan ekonomi kerakyatan yang produktif (circullar economy).

“Menurut saya ini sesuatu yang paling pas disaat PLN over supply dari sisi listrik, di saat kita memerlukan upaya lapangan kerja, di saat aspek lingkungan menjadi sangat kuat terkait dengan penurunan emisi GRK, dan ini salah satu jawabannya, ya cofiring. Semuanya bisa berkontribusi dan berjalan,” jelasnya.

Dadan mengharapkan PT. PLN juga punya semangat dan komitmen yang kuat untuk bisa menyediakan energi untuk negeri dengan energi yang lebih ramah lingkungan.

“Semoga implementasi cofiring di PLTU Ketapang dan PLTU Sanggau berkelanjutan dan dapat menjadi pembelajaran bagi pelaksanaan cofiring di PLTU lain di Indonesia. Besar harapan kami pelaksanan Go Live Komersial ini akan disusul oleh implementasi komersial di PLTU lainnya sesuai dengan peta jalan pengembangan cofiring yang kita susun bersama,” pungkasnya.

Terobosan Kejar Target EBT

Pada kesempatan ini, Dadan mengungkapkan, upaya cofiring ini tentunya akan berdampak positif dalam pencapaian kontribusi EBT, di mana di dalam Kebijakan Energi Nasional telah ditetapkan target pemanfaatan energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan pemangku kepentingannya untuk bisa merealisasikannya.

Dengan capaian di 2020 ini kurang lebih 11%, maka PR kita untuk mencapai target tersebut masih cukup besar dan diperlukan berbagai terobosan dan inovasi untuk akselerasinya.

Substitusi energi merupakan upaya yang mudah, cepat dan murah. Apalagi di masa pandemi covid ini, dimana permintaan atas energi menurun dan ketersediaan dana untuk investasi juga terbatas, upaya substitusi energi untuk jangka pendek dan menengah menjadi pilihan yang cerdas.

Cofiring biomasa pada PLTU bukanlah hal baru. Banyak negara-negara di luar yang sudah berhasil meng’hijau’kan PLTUnya dengan program cofiring biomassa, bahkan hingga 100% PLTU digantikan dengan biomasa. “Ke depan kita juga akan berupaya untuk bisa mengurangai PLTU-PLTU eksisting untuk digantikan dengan pembangkit-pembangkit yang lebih bersih,” tandas Dadan.

Dadan berharap program cofiring dilaksanakan secara berkelanjutan dan semua pihak dapat turut menyukseskan program cofiring ini. “Kita tidak berharap program ini hanya berjalan sebentar, presentase campuran biomassa juga harus terus ditingkatkan. Untuk itu, sisi hulu penyediaan feedstock-nya harus sama-sama kita bangun dan kita kembangkan dengan baik,” pungkasnya.

Untuk mendukung pelaksanaan program ini Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi telah menyusun rencana aksi dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk PLN, antara lain:

  1. Penyelesaian roadmap pengembangan cofiring biomassa termasuk penentuan skala prioritas klaster PLTU;
  2. Membentuk tim teknis yang bertugas untuk pendampingan dan monitoring pada pelaksanaan implementasi komersial cofiring biomassa, terutama terkait pasokan bahan baku dan skema bisnis;
  3. Menyusun RSNI pelet biomassa dan bahan bakar jumputan padat, diharapkan menjadi SNI pada Desember 2020;
  4. Menyusun Rpermen ESDM implementasi cofiring yang ditargetkan selesai pada B03 2021; dan
  5. Membangun ekosistem listrik kerakyatan dengan melibatkan BUMDes2 serta meningkatkan bekerjasama dengan KL terkait lain untuk menyukseskan program cofiring.[]RWS/NA/sp