Revitalisasi Gedong Songo, Candi di Lereng Gunung Ungaran

Komplek Candi Gedong Songo sejatinya bisa menjadi salah satu tujuan destinasi unggulan wisata Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Selain eksotis, situs sejarah ini  juga meninggalkan  banyak cerita mitos yang dipercayai masyarakat setempat secara turun menurun. Lantas, sebesar apa potensi wisata candi yang terletak  di lereng Gunung Ungaran ini?     

Candi Gedong Songo  merupakan peninggalan dari Kerajaan Mataram Kuno dinasti Sanjaya. Candi ini diperkirakan dibangun  sekitar abad ke-8 atau ke-7. Ditemukan pertama kali oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada awal abad ke-18, lebih tepatnya pada tahun 1804.  Hal ini dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The History of Java

Mulanya, hanya ada sekitar 7 arca yang berhasil ditemukan oleh Raffles, sehingga situs ini disebut sebagai Candi Gedong Pitu yang memiliki arti Tujuh Bangunan. Namun setelah diadakan penelitian dan penggalian lebih lanjut, V. Stein Callenfels berhasil menemukan dua candi yang tersisa hingga situs ini sekarang disebut sebagai Candi Gedong Songo. Callenfels berhasil menemukan apa yang Raffles tidak temukan dan meyakini ada dua candi yang tersisa.  Kedua candi terakhir ditemukan pada tahun 1908. Proses penelitian dilakukan selama 3 tahun untuk mengungkap keberadaan candi ke-8 dan ke-9.

Kendati demikian ada yang menyebutkan sesungguhnya candi-candi ini boleh jadi tidak berjumlah betul-betul 9 seperti namanya. Karena saat ini hanya ditemukan sekitar 5 candi saja. Namun demikian, ada juga kalangan mahasiswa yang mengaku pernah menemukan candi yang dianggap sebagai candi ke-9. Konon katanya, candi ke-9 ini jaraknya paling tinggi dibanding candi 1-5.

Sejarah mencatat, tujuan dibangunnya Candi Gedong Songo adalah sebagai tempat untuk memuja dewata. Hal ini dibuktikan dengan adanya 3 Arca yang terdapat di badan Candi. Yakini Arca Siwa Mahakala, Arca Siwa Mahaguru, dan Arca Ganesha. Lokasi Candi ini yang berada di lereng gunung berhubungan erat dengan kepercayaan agama Hindu yang dianut oleh warga sekitar. Warga lokal percaya bahwa Dewata bersemayam di puncak Gunung Ungaran sehingga warga lokal beribadah kepada dewata di Candi Gedong Songo.

Bulan September lalu saya bersama teman-teman dari Program Studi Ilmu Sejarah, Universitas Negeri Semarang,  mengunjungi Candi Gedong Songo dan mengelilingi lima candi dan saya berpikir bahwa situs ini harusnya memiliki potensi untuk dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Bagaimana tidak, situs ini merupakan salah satu situs sejarah yang memiliki pemandangan alam yang sangat memukau. Di atas Gunung Ungaran ini kita bisa melihat penampakan Gunung Sumbing, Gunung Sundoro, dan Gunung Merapi.

Nama Gedong Songo diambil dari kata Gedong dan Songo yang memiliki arti Bangunan dan Sembilan. Ini menunjukkan bahwa bangunan candi terdapat sembilan buah. Namun akses yang dibuka untuk publik hanya 5 Candi. Bagaimana dengan candi ke-6 hingga candi ke-9?

Akses menuju keempat candi tersebut belum tersedia hingga kini. Mungkin alasan seperti jalan yang sangat curam hingga mitos yang beredar menjadi faktor tertutupnya candi 6 hingga 9. Kita masih bisa mengunjungi keempat candi tersebut, namun bukan lagi berada di area wisata candi. Nah, bagaimana caranya agar akses menuju candi 6 hingga 9 terbuka?

Beberapa pertanyaan sering muncul seperti, bagaimana bisa bangsa kolonial yang melakukan penggalian di area Gunung Ungaran? Motif apa dari bangsa kolonial sehingga mereka sangat yakin bahwa di tempat ini terdapat sebuah situs yang telah lama terkubur? Beberapa teori mengatakan bahwa, dulu wilayah Gunung Ungaran sering kali dianggap sakral oleh warga lokal.

Seperti kita ketahui, rakyat Indonesia pada zaman itu dan bahkan hingga sekarang masih banyak yang mempercayai hal-hal yang bernuansa ghaib (mitos), yang merupakan kepercayaan nenek moyang mereka. Sehingga di beberapa wilayah masih sering  dipercayai ‘berbau’ mistis. Salah satunya di wilayah Gunung Ungaran.

Selain permasalahan mengenai akses jalan, bagaimana dengan eksistensi dari Candi Gedong Songo itu sendiri? Apakah nama Gedong Songo sudah menjadi sebuah nama yang universal seperti Candi Prambanan dan Candi Borobudur? Bagaimana cara agar Candi Gedong Songo bisa dikenal oleh khalayak ramai ?

Revitalisasi adalah salah satu solusinya. Menurut saya, Candi Gedong Songo belum menjadi sebuah situs yang terkenal dan menjadi nama universal di Indonesia.

Akan sangat sia-sia jika tempat seindah Gedong Songo tidak dikenali oleh masyarakat luas. Mungkin nama Gedong Songo terdengar familiar di telinga masyarakat lokal Semarang dan sekitarnya, namun nama tersebut terdengar asing di telinga warga luar Jawa Tengah.

Revitalisasi adalah solusi agar Gedong Songo menjadi situs yang terkenal. Dan menurut saya, membuka akses menuju candi 6 hingga candi 9 adalah salah satu caranya. Dengan membuka akses jalan tersebut, kemungkinan besar warga akan tertarik dan mencoba untuk menjangkau candi ke-9 tanpa harus melewati jalan yang curam. Karena hingga saat ini, satu satunya akses menuju candi 6-9 adalah dengan ke luar dari area tempat wisata.

Selain membuka akses jalan, mitos dan rumor sekitar Candi Gedong Songo  perlu segera dihapuskan. Salah satu mitos yang beredar di masyarakat lokal adalah jika mencapai candi ke-9 maka sisa hidup akan berkurang perlahan. Mitos-mitos seperti inilah yang menjadi penghambat revitalisasi dikarenakan warga Indonesia itu sendiri masih banyak yang percaya terhadap mitos.

Seperti yang sudah saya sebutkan  di atas, bahwa warga Indonesia itu masih mempercayai mitos dan hal-hal ghaib, sehingga tidak memberanikan diri untuk mendaki candi ke-9.

Salah satu upaya untuk mengurangi kepercayaan akan hal-hal mistis ini bisa dengan menggunakan kajian agama. Dengan kajian agama seperti ceramah akan membantu masyarakat sekitar untuk mengurangi kepercayaan terhadap mitos tersebut.

Selain itu,  membangun infrastruktur seperti akses menuju candi 6-9. Revitalisasi pada Gedong Songo juga harus berpusat pada perbaikan bangunan candi yang mulai rusak. Sebagai contoh, beberapa arca di sekitar badan candi mulai mengalami kerusakan. Hal ini  harus di benahi dan di perbaiki agar wisatawan bisa  melihat bentuk nyata dari candi tersebut.

Selain arca yang mulai keropos (rusak), beberapa candi terutama candi ke-8 dan ke-9, bahkan sudah hancur lebur. Mungkin ketika awal dibangun candi ke-8 dan ke-9  ini, memang didesain berbentuk kepala candi atau memang faktor alam yang membuat kedua candi ini terkesan tenggelam dan hancur. Untuk itu, pentingnya penelitian arkeologi dan arsitek  memperbaiki candi, agar candi-candi tersebut terkesan seperti konstruksi awal.

Situs Candi Gedong Songo ini sudah berulang kali melakukan pemugaran secara bertahap. Pemugaran candi 1 pada tahun 1928-1929, Pemugaran candi 2 pada 1930-1932, Pemugaran candi 3-5 pada tahun 1977-1983. Sedangkan pada tahun 2009, pemerintah mulai memugar Candi Gedong Songo secara serius.

Jika semua candi berhasil diperbaiki maka akan menjadi daya pikat tersendiri bagi pengunjung. Saran saya, akan lebih keren jika di setiap candi ada sedikit penjelasan (deskripsi) mengenai candi tersebut. Seperti kapan candi tersebut dibangun, untuk apa, dan oleh siapa. Karena sejauh yang saya lihat belum ada. Oleh karena itu pastinya kita memerlukan seorang sejarawan dalam misi merevitalisasi komplek candi ini.

Tidak lupa peran  tour guide yang membantu wisatawan dalam mengelilingi area Candi Gedong Songo. Tentunya mengedukasi para pengunjung,  sehingga pengunjung tidak hanya mendapat view yang indah dan hiking yang ekstrem,  namun juga mendapatkan edukasi mengenai Candi Gedong Songo itu sendiri. Oleh karena itu, selain infrastruktur, sumber daya manusia juga menjadi aspek utama dalam revitalisasi.

Jika hal-hal di atas telah terlaksana,  maka satu langkah revitalisasi yang tersisa adalah social campaign. Dengan mempromosikan Candi Gedong Songo dalam berbagai media. Mulai dari media massa (surat kabar, majalah, tv, dan radio) hingga media sosial seperti facebook, twitter, Instagram, dan lain-lain. Jika Candi Gedong Songo dipromosikan secara besar-besaran dengan berbagai fasilitas baru yang ada, maka Candi Gedong Songo perlahan akan mulai dikenal oleh masyarakat luar Jawa Tengah. Dan ini akan menimbulkan rasa penasaran bagi pengunjung dari luar Jawa Tengah.

Sebelum melakukan social campaign, perlu diingat bahwa jika ingin mempromosikan suatu tempat wisata maka kita harus mengenali dulu nilai jual dari tempat wisata itu sendiri. Contohnya Candi Gedong Songo yang memiliki pemandangan alam yang sangat eksotis karena dari lereng Gunung Ungaran ini kita bisa melihat tiga gunung lainnya yakini Sumbing, Sundoro, dan Merapi yang berada di Yogyakarta.

Selain pemandangan alamnya, Candi Gedong Songo juga terkenal akan perjalanannya yang cukup curam karena kita diharuskan mendaki gunung. Dan tentunya  dengan nilai-nilai sejarah agama dan budaya Hindu yang masih kental di wilayah ini menjadi otentisitas dan produk heritage yang dimiliki Indonesia.

Dengan nilai jual seperti yang telah saya sebutkan di atas, maka kemungkinan masyarakat akan tertarik dengan situs Candi Gedong Songo ini. Meskipun candi ini tidak selebar Borobudur maupun Semegah Prambanan dan Sewu, candi ini memiliki ciri khasnya tersendiri, yakni jaraknya yang berjauhan satu sama lain dan lokasinya yang berada di lereng gunung menjadikan Candi Gedong Songo ini memiliki citranya tersendiri.

Apa upaya yang bisa dilakukan agar situs peninggalan sejarah ini bisa menjadi menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di tanah air? Perlunya revitalisasi Komplek Candi Gedong Songo yang melibatkan para stakeholders di Tanah Air, agar tempat eksotis yang bernilai sejarah ini bisa menjadi destinasi wisata unggulan.

Revitalisasi menjadi suatu hal yang sangat penting sebagai upaya menghidupkan kembali Candi Gedong Songo dan juga mengangkat nama Candi Gedong Songo ke kancah nasional. Sangat berharap adanya revitalisasi, sehingga Candi Gedong Songo menjadi situs sejarah yang akan dilirik masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia. []Abrar Rizq Ramadhan/Sumber Ilustrasi: Tripadvisor