UMKM Perempuan: Antara Peluang dan Tantangan

Jumlah UMKM Indonesia saat ini mencapai 65,5 juta.  Dari jumlah tersebut 64 persen dimiliki dan dipimpin oleh perempuan yang jumlahnya mencapai 40,9 juta UMKM. Bagaimana program KemenKopUKM mendorong UMKM Perempuan naik kelas?

Deputi Kewirausahaan KemenKopUKM, Siti Azizah/Foto: KemenKopUKM

Berdasarkan Global Entrepreneurs  Indexs, Indonesia berada di urutan ke-5 di ASEAN dan 75 di dunia. Indonesia masih di bawah beberapa negara di ASEAN, yang terdekat adalah Singapura sebanyak 8,7 persen wirausaha, Thailand dan Malaysia berada di atas Indonesia. Namun demikian, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) memacu target  kewirausahaan yang hendak dicapai pada tahun 2024 sebesar 3,95 persen atau dengan pertumbuhan 4 persen.

Menurut Deputi Kewirausahaan KemenKopUKM, Siti Azizah, saat ini  produktivitas pelaku usaha perempuan masih rendah dan kurang inovasi. Saat ini KemenKopUKM mengemban amanah  utuk mengembangkan pelaku usaha. Rencana pemerintah jangka menengah adalah penguatan UMKM sebagai program prioritas. “Kementerian Koperasi dan UKM mendapat amanah melalu Perpres No 2 tahun 2022 tentang  Pengembangan Kewirausahaan Nasional  dan sinergi lintas sektor  untuk percepatan target tersebut,” kata Siti Azizah dalam paparannya di  acara Webinar bertajuk  Potret UMKM Perempuan Tangguh Dalam Pusaran Global, yang diselenggarakan pelakubisnis.com, 3/7.

Berdasarkan data KemenKopUKM, jumlah UMKM Indonesia saat ini mencapai 65,5 juta.  Dari jumlah tersebut 64 persen dimiliki dan dipimpin oleh perempuan yang jumlahnya mencapai 40,9 juta UMKM. “Memang dari jumlah tersebut didominasi usaha mikro  sebesar 52 persen, 56 usaha kecil dan menengah 32 persen dengan  sumbangan 61 persen dari PDB Indonesia,” ujarnya.

Melalui Perpres No.2 tahun 2022 ini, kata Siti Azizah, mempunyai tujuan  ingin mengembangkan wirausaha perempuan untuk meningkatkan kontribusi terhadap kesejahteraan keluarga dan akhirnya pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa kreteria kewirausahaan perempuan, yaitu: pertama, setidaknya memiliki dan mengelola satu usaha yang terdaftar dalam sistem perizinan usaha dan memiliki modal setidak 51 persen atas modal usahanya. Kedua, UMKM  berbasis perempuan saat sudah mendominasi pangsa pasar secara nasional sebelum memasuki go global. Ketiga, umumnya UMKM perempuan bergerak di sektor fesyen dan kuliner.

Dari 65,5 juta UMKM Indonesia, 64 persen dimiliki dan dipimpin oleh perempuan yang jumlahnya mencapai 40,9 juta UMKM/Foto: pelakubisnis.com

Siti Azizah menambahkan, ada beberapa keunggulan UMKM perempuan, pertama sekitar 44 persen UMKM perempuan meminjam modal untuk investasi di perusahaan mereka. Investasi yang dilakukan adalah pembelian mesin atau barang modal. Kedua, UMKM perempuan suka terhadap  akses pelatihan. Ketiga, UMKM perempuan lebih suka menggunakan mobile dan internet banking.

“Ini menunjukkan akses terhadap digitalisasi lebih tinggi dibandingkan pria. Keempat, ketahana UMKM perempuan pada masa pandemi lalu lebih tangguh. Berdasarkan survey, sekita  5 persen UMKM pria mempunyai rencana untuk menutup usahanya saat pandemi, sedangkan UMKM perempuan hanya 3 persen. “Ini menunjukkan ketahanan UMKM perempuan di masa pandemi,” katanya.

Sementara tantangan bagi UMKM perempuan, menurut Siti Azizah, adalah  masalah keseteraan gender, sehingga menyebabkan UMKM perempuan kurang percaya diri. Kemudian beban ganda, di mana peran ganda perempuan Indonesia sebagai pengusaha sekaligus ibu rumah tangga. Dan kurangnya program yang ditujukan untuk khusus pengusaha perempuan melainkan focus pada industry yang didominasi oleh perempuan. Tiga hal yang menjadi tantangan mendasar UMKM perempuan.

Siti Azizah menambahkan, UMKM perempuan ini memerlukan izin dari pasangan kalau ingin melakukan kredit atau menjual asset. “Kadang-kadang bisnis perempuan untuk mendukung keluarga. Perempuan diharapkan mengurus keluarga selain mengurus bisnis. Terakhir kurangnya program yang berpihak atau didedikasikan ke perempuan. Akses minimum ke layanan pengembangan keterampilan perempuan. Tingkat digitalisasinya relatif rendah walau akses yang digunakan  transaksi dan sebagainya lebih tinggi,” lanjutnya.

Tantangan-tantangan ini yang dihadapi para wirausaha perempuan. KemenKopUKM bidang kewirausahaan perempuan  memiliki banyak program, diantaranya yaitu Pengembangan Kewirausahaan Indonesia. “Kami melakukan konsultasi dan pendampingan bagi para wirausaha tidak berbasis gender.  Kita melakukan screening, kemudian assessment. Tahun ini kami akan melakukan pendampingan kepada 2300 wirausaha,” ujarnya seraya menambahkan bahwa program tersebut sangat spesifik konsultasi apa yang diperlukan dan pendampingan apa yang diperlukan.

Tahap berikutnya KemenKopUKM bekerjasama dengan institusi inkubator untuk  menginkubasi dan mengakselerasi usaha para wirausaha. KemenKopUKM menghubungkan para pelaku usaha dengan lembaga pembiayaan. Apakah itu perbankan dan nonperbankan. Karena sekarang banyak sekali lembaga pembiayaan alternatif, seperti penyertaan modal dan investasi, bisa melalui modal ventura, investor dan lain-lain.

Yang mendasari dari program itu adalah ekosistem dari wirausaha yang dibangun di 34 provinsi  sejak awal tahun ini. Ini sudah bergerak dari ujung bara ke ujung timur. Bertemu dengan para wirausahawan di beberapa provinsi dengan membangun ekosistem.  “Kami mengharapkan para pelaku UMKM melakkuan tranformasi. Sekarang ini dunia semua mengalami digitalisasi, kita tidak boleh tertinggal. Itu sebabnya digitalisasi perlu dilakukan disemua aspek,”tandas Siti Azizah.

Nah, seperti apa pola kerjasama yang sudah dilakukan antara pemerintah dan swasta. Pertama UMKM yang mempunyai low capacity production adalah dengan bentuk kerjasama dengan swasta ada adalah factory sharing project   sebagai inkubator. Meningkatkan literasi digital, melalui inkubasi digital, membuka klinik dan melakukan road show di 34 privinsi untuk membantu para UMKM  melakukan tranformasi digital.

Dan untuk menyatukan mereka dengan network, dengan pasar atau bisnis lainnya, itu dengan kita memiliki banyak program dan mengakses para wirausaha dan para oranisasi-organisasi yang menawarkan akses terhadap jaringan seperti Apindo, IWAPI dan banyak lagi.

“Untuk meningkatkan skill bisnis, KemenKopUKM banyak melakukan kerjasama dengan  lembaga incubator, para pengusaha, komunitas dan pemerintah serta badan-bdan internasional. Sedangkan untuk pengembangan pasar, KemenKopUKM memiliki SMESCO. Ini merupakan Badan Layanan Umum  di bawah KemenKopUKM yang mendukung promosi dan pemasaran UMKM,” tambah Siti Azizah.

Kemudian akses yang paling penting, lanjut Siti Azizah, adalah pembiayaan investasi. “Kami menginisisi KUR klaster (Kredit Usaha Rakyat-red) ke dalam satu pengelompokan usaha yang dihubungkan dengan sumber-sumber pembiayaan,” urainya seraya menambahkan, “UMKM perempuan harus terus berjaya, tetap bersemangat. Setelah menguasai pasar nasional dan terus go global,”.[]Yuniman Taqwa