Bisnis Kurir Tumbuh, Logistik Terintegrasi Terpukul

Jasa pengiriman berbasis individu tetap tumbuh karena e-commerce. Sementara “Logistik Terintegrasi”, perlu dorongan dari pemerintah untuk membangun sistem logistik terintegrasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III relatif lebih baik dibanding kuartal II tahun 2020.  Namun demikian, kontraksi ekonomi Indonesia pada kuartal kedua masih akan berlanjut meski kuartal ketiga ini mungkin relatif  membaik.

Sri Mulyani menjelaskan, outlook ekonomi Indonesia untuk tahun 2020 dilakukan revisi. Dari tadinya diperkirakan 2020 pertumbuhan ekonomi -0,4 hingga 2,3%, pemerintah melakukan revisi menjadi -1,1% hingga 0,2%. Bahkan, berbagai lembaga internasional juga melakukan revisi terhadap proyeksi ekonomi Indonesia, seperti Bank Pembangunan Asia atau ADB yang sudah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari perkirakan di 2,5% menjadi tumbuh minus 1,0%.

Namun demikian di tengah kontraksi ekonomi karena pandemi Covid-19, ada sejumlah sektor usaha, yang justru bertumbuh, seperti bisnis e-commerce, bisnis penjualan makanan dan minuman, serta ekspedisi dan kurir. Pertumbuhan bisnis ini juga turut mendongkrak bisnis logistik.

Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan kejadian luar biasa pandemi ini sangat berbeda dibandingkan dengan krisis pandemi 100 tahun lalu. Pemulihan tercepat diprediksi terjadi pada Semester II/2021.

“Semester II ini, kami melihatnya pada kuartal III/2020 akan terjadi kontraksi, tetapi dengan daya beli diperbaiki, bantuan langsung ke masyarakat, kontraksi tidak terlalu dalam, bisa lebih baik dari Semester I/2020 ini,” jelasnya, pada 26/8, sebagaimana dikutip dari bisnis.com.

Menurutnya, kunci agar dapat kembali tumbuh adalah mempertahankan konsumsi masyarakat dengan meningkatkan daya beli. Selain itu, investasi harus lebih dipermudah, terutama bagi pelaku dari nasional.

Menurut Direktur Utama  PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir, Mohamad Feriadi, Kebutuhan masyarakat akan layanan jasa pengiriman ternyata semakin tinggi di era pandemi. Adanya pembatasan penerbangan in-out luar negeri menyebabkan kiriman crossborder menurun tajam. Peningkatan signifikan berasal dari pengiriman transaksi e-commerce domestik. Kami juga mendapat pengecualian dari pemerintah untuk tetap bisa beroperasi melalui Surat Rekomendasi KEMENKOMINFO No. 728/DJPPI.6/PI.05.02/03/2020 tanggal 30 Maret 2020 tentang Upaya Penanganan Covid-19 sektor Pos dan Informatika.

Dibandingkan tahun lalu masih terdapat pertumbuhan. Namun bisa melihat ke depan, secara makro kita saat ini memasuki era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Bahkan kita belum tahu kapan virus akan berakhir, daya beli masayarakat juga berkurang.

JNE optimis dan siap memberi pelayanan terbaik/foto: doc. JNE

“Yang bisa kita lakukan adalah kita harus tetap optimis dan siap memberikan pelayanan prima kepada pelanggan dan tetap menjalankan protokol covid-19 di semua jajaran dalam menjalankan Operasional perusahaan. Tentu saja jangan lupa juga kita semua berdoa pandemi segera berakhir,” Feriadi serius kepada pelakubisnis.com.

Sementara Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Triyan Yuserma mengungkapkan,  selama adanya pandemi Covid-19, bisnis logistik justru diuntungkan dengan meningkatnya permintaan pengiriman barang dari pelanggan. Meski demikian, Triyan tak memaparkan secara rinci berapa persen peningkatan permintaan yang terjadi pada bisnis logistik ini, sebagaimana dikutip detik.com, pada 6/6 lalu.

“Industri logistik khususnya para pelaku, kita tidak menduga adanya lonjakan yang sangat signifikan para pengiriman yang basisnya masyarakat, konsumen langsung, sehingga usaha-usaha yang layanannya ke masyarakat langsung yang jaringannya luas itu menerima pengiriman yang justru lompatannya luar biasa,” kata Triyan dalam diskusi Polemik Trijaya.

Sementara Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Ilham Masita menjelaskan wabah Corona telah merubah perilaku konsumen yang pada akhirnya mengubah juga peta bisnis logistik. Pelaku bisnis logistik di lini Business to Customer (B2C) dan Customer to Customer (C2C) mengalami peningkatan permintaan yang signifikan. Sebaliknya pemain logistik Business to Business (B2B) mengalami penurunan. Ini terjadi karena ada perubahan perilaku belanja dari konsumen yang bergeser ke ranah online untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Zaldi Ilham Masita mengatakan,  tahun ini pertumbuhan bisnis logistik akan mengalami penurunan alias minus. Setelah dalam lima tahun terakhir selalu mengalami pertumbuhan yang positif. Menurunnya pertumbuhan bisnis logistik akibat Covid-19 membuat persaingan semakin sengit. Di satu sisi, pelaku usaha dituntut memberikan pelayanan lebih cepat dan mudah (pick-up), sementara di sisi lain, biaya operasional meningkat karena harus meningkatkan safety terhadap virus, sebagaimana dikutip dari sindonews.com, pada 11/6.

Perilaku konsumen berubah juga harus segera diantisipasi oleh pelaku usaha logistik. Menurut Zaldi, Covid-19, bisa diartikan sebagai alarm, atau morning call bagi pelaku bisnis logistik. Saat ini permintaan konsumen bergeser ke komoditas primer (core products), seperti makanan dan produk segar.

Lebih lanjut ditabahkan, , wabah Covid-19 mendorong percepatan evolusi permintaan konsumen terhadap layanan logistik atau e-commerce dari produk manufaktur ke core fresh products. Perubahan ini jadi tantangan bagi pelaku usaha logistik. Pasalnya, produk-produk segar (fresh) membutuhkan penanganan yang tidak mudah. Di saat pandemi konsumen menuntut penanganan dan pengiriman produk segar yang cepat tetapi juga murah.

Sementara berdasarkan analisis Supply Chain Indonesia (SCI), pada periode ini sektor logistik (lapangan usaha transportasi dan pergudangan) mengalami kontraksi tertinggi, yaitu sebesar 30,84% y-on-y atau 29,22% q-to-q.

Bisnis logistik terkoreksi dalam/foto: ist

Kontraksi terbesar sektor logistik pada angkutan udara sebesar 80,23% y-on-y; dikuti oleh angkutan rel (63,75%); angkutan pergudangan dan jasa penunjang angkutan:pos dan kurir (38,69%); angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (26,66%), angkutan darat (17,65%); dan angkutan laut sebesar (17,48%).

Chairman SCI Setijadi menjelaskan salah satu penyebab kontraksi sektor logistik itu adalah penurunan volume ekspor dan impor. Ekspor barang dan jasa terkontraksi 11,66%, sementara impor terkontraksi 16,96%  (y-on-y). Sektor ini tertolong oleh lapangan usaha pertanian yang masih tumbuh 16,24% (q-to-q), sementara hampir semua sektor lainnya terkontraksi, sebagaimana dikutip dari insa.or.id.

“Sektor perdagangan, misalnya, terkontraksi sebesar 7,57 persen,” Kata Setijadi dalam keterangan resminya di Jakarta, 5/8. kontraksi ini disebabkan antara lain oleh penutupan gerai-gerai penjualan selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah.

Hasil analisis Supply Chain Indonesia atau SCI menunjukkan bahwa minusnya pertumbuhan di sektor logistik selama semester I 2020 didorong oleh merosotnya kinerja ekspor dan impor. Setijadi menjelaskan, ekspor barang dan jasa sepanjang semester I 2020 telah terkontraksi 11,66%, sedangkan impor menurun 16,96%  secara year on year.

 Sementara menurut Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto, hingga April lalu pendapatan angkutan penumpang telah merosot 75% hingga 100%. Untuk angkutan kontainer kondisinya juga hampir sama, pedapatan merosot 10% sampai 25%. Lalu untuk angkutan jenis barang lainnya seperti, curah kering, liquid tanker, tug and barges, juga mengalami penurunan pendapatan 25% sampai 50%.

Menurut Feriadi,  jasa pengiriman yang berbasis publik/masyarakat atau individu tetap tumbuh karena e-commerce. Mengenai “Logistik Terintegrasi”, pelaku usaha yang tergabung dalam beberapa asosiasi, ASPERINDO, ALI, ALFI dan lainnya perlu dorongan dari pemerintah untuk membangun sistem logistik terintegrasi, sebagai contoh kawasan pariwisata tidak bisa terpisah dari sistem logistik. Kawasan pariwisata logistiknya akan terbentuk apabila terdapat kegiatan produk sehingga akan muncul kegiatan ekspor.

“Era pandemi ini membuat situasi ke depan menjadi bergejolak, tidak pasti, kompleks dan tidak jelas. Tapi hal ini justru membuat kami tetap harus siap dan berkomitmen terhadap pelayanan prima kepada pelanggan,” tandas Feriadi.[] Siti Ruslina/ Yuniman Taqwa/foto ilustrasi utama; doelweb.id