Membidik Potensi Wakaf Nasional

Potensi wakaf di Indonesia masih cukup besar. Secara nasional senilai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Tapi berapa besar yang mampu tersedot dari potensi itu?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Pemerintah tengah fokus mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah secara terintegrasi. Seiring berkembangnya ekonomi dan keuangan syariah, sektor dana sosial syariah yang mencakup zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf juga merupakan bagian yang berpotensi sangat strategis untuk dikembangkan.

Melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan lembaga terkait meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang yaitu gerakan berupa program edukasi dan sosialisasi wakaf uang diharapkan dapat meningkatkan literasi dan kesadaran masyarakat untuk berwakaf. 

“Gerakan nasional wakaf uang dan brand ekonomi syariah dapat mendukung pertumbuhan ekonomi syariah serta mempercepat visi Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia,” jelas Menkeu dalam sambutannya pada Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Peresmian Brand Ekonomi Syariah, pada

Pemerintah menilai potensi wakaf di Indonesia masih cukup besar. Tercatat potensi wakaf secara nasional senilai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Sri Mulyani mengatakan potensi tersebut berasal dari 74 juta penduduk kelas menengah saja. “Potensi yang besar ini, saya mengajak seluruh masyarakat untuk mulai melakukan gerakan wakaf, salah satunya melalui instrumen surat berharga negara syariah (SBSN) atau sukuk,” ujarnya saat konferensi pers virtual ‘Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia, pada  24 Oktober tahun lalu.

Sri Mulyani menjelaskan instrumen sukuk memiliki jangka waktu dua tahun sampai enam tahun. Artinya asset yang diwakafkan tidak diserahkan selamanya kepada pemerintah.“Kita luncurkan cash wakaf link sukuk untuk memberikan fleksibilitas. Jadi bisa saja uang, lalu diwakafkan dua tahun nanti cair balik lagi hasil dari investasi itu yang diwakafkan,” jelasnya,  sebagaimana dikutip dari republika.co.id, pada 24 Oktober lalu.

Farid dari Inventure melihat, dalam satu dekade terakhir ini, pemahaman  praktik wakaf di Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas   semakin meningkat. Dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), semakin banyaknya bermunculan lembaga-lembaga wakaf atau adanya asosiasi dan forum  serta munculnya banyak type wakaf. 

Ada istilah wakaf tunai, wakaf asuransi bahkan ada wakaf saham.  Peningkatan  ini juga terlihat dari kian banyaknya kajian-kajian  tentang wakaf yang sejalan dengan  meningkatnya gerakan filantropi Islam di Indonesia, khususnya sejak masa reformasi, yang tidak saja mengembangkan zakat tapi sudah merambah ke wakaf. Walaupun untuk saat ini, menurut Farid,  literasinya masih cukup rendah berdasarkan data BWI dan Kementerian Agama  Republik Indonesia (2020). Pemahaman  dasar dan lanjutan  tentang wakaf  masih masuk dalam kategori rendah di bawah 60%. 

Farid menambahkan, hanya sekitar 20% responden yang mengatakan pernah berwakaf.  Masih terbatas tapi peluangnya masih sangat tinggi. Masih ada 80% yang perlu kita edukasi. Wakaf mulai diminati milenial muslim. Ini semacam  management asset untuk akhirat. 

Sementara Wakil Presiden Maruf Amin, masih dari sumber  republika.co.id, mengatakan,  pemerintah berencana membuat gerakan nasional untuk pengumpulan wakaf tunai. Sebab selama ini penggunaan dana wakaf hanya untuk masjid, madrasah, atau pemakaman.

“Wakaf cash uang selama ini kan untuk masjid, madrasah, pemakaman. Nah kita coba ini kembangkan supaya menjadi dana besar yang bisa diinvestasikan dan dikembangkan jangka panjang, ini bisa memperkuat sistem keuangan nasional kita,” ucapnya.

Presiden Joko Widodo (jokowi) mengajak masyarakat berwakaf. Apalagi melihat data menunjukkan potensi asset wakaf per tahun mencapai Rp2000 triliun. Di mana potensi dalam bentuk wakaf uang dapat menembus angka Rp188 triliun.

Selama ini wakaf hanya dimanfaatkan untuk sektor sosial, khususnya untuk peribadahan. Di antaranya pembangunan masjid, madrasah, dan makam. Kondisi ini dilihat Jokowi sebagai potensi yang belum termanfaatkan dengan baik. Padahal sudah sejak lama umat Islam di Indonesia mempraktikkan wakaf dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana dikutip dari merdeka.com, pada 24/2.

Tak pelak, Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) pun diluncurkan pada Senin, 25 Januari 2021 lalu. Pemerintah berharap gerakan ini bisa memulai transformasi pelaksanaan wakaf lebih luas dan modern. Sehingga tidak lagi terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi dikembangkan untuk tujuan sosial ekonomi. Harapannya langkah ini ke depan memberikan dampak signifikan bagi pengurangan kemiskinan  dan ketimpangan sosial dalam masyarakat.

Perluasan wakaf sejalan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Aturan itu dijelaskan,  harta benda wakaf diperluas tidak hanya pada benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, tapi juga meliputi harta bergerak seperti uang, kendaraan, mesin, hingga surat berharga syariah.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan mengeluarkan fatwa memperbolehkan wakaf uang dilakukan seseorang, kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk dalam pengertian uang tunai adalah surat berharga.

Sementara pengelolaan wakaf uang di Indonesia hanya diatur oleh satu direktorat di bawah Kementerian Agama (selaku pengawas). Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin menyebut mekanisme pengumpulan dan pengelolaan wakaf uang hanya diinvestasikan untuk produk keuangan syariah.

Sedangkan pengelolaan wakaf uang akan dipercayakan kepada nazir (pengelola wakaf) melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang sudah mendapat izin dari Menteri Agama. Pihak yang menjadi nazir dalam GNWU adalah Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang merupakan lembaga independen.

“Uang wakaf yang terhimpun kemudian akan diinvestasikan ke berbagai macam produk keuangan syariah yang resmi. Misalnya, deposito mudharabah, musyarakah, bahkan sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),” kata Kamaruddin dikutip dalam keterangan pers, pada 28/1.

Dalam catatan BWI, wakaf uang yang terkumpul sampai tahun 2020 mencapai Rp391 miliar. Padahal potensi wakaf per tahun mencapai Rp180 Triliun. Hal ini disebabkan oleh minimnya literasi, tata kelola, portofolio wakaf, hingga kemudahan cara berwakaf.

Sedangkan data BWI hingga per 20 Januari 2021, akumulasi wakaf uang mencapai Rp 819,36 miliar. Terdiri dari wakaf melalui uang sebesar Rp 580,53 miliar dan wakaf uang sebesar Rp 238,83 miliar. Sementara itu, jumlah nazir wakaf uang di Indonesia mencapai 264 lembaga, sedangkan jumlah LKS-PWU mencapai 23 Bank Syariah.[] Yuniman Taqwa