Lika-Liku Bisnis Septy Diana Sang Inovator

Kiprah bisnis Septy Diana mengantarkan ia mendapat penghargaan Wanita Pengusaha Terinovatif 2021. Dari mulai bisnis frozen food sampai perkebunan dan peternakan, ia lakoni dengan konsep zero waste. Bagaimana awalnya  ia merintis bisnis yang memberdayakan banyak masyarakat?

Sejatinya bisa saja Septy Diana menekuni bidang yang sesuai dengan latarbelakang pendidikannya di bidang Arsitektur Lanskap dan Teknik Lingkungan. Namun yang muncul justru naluri bisnis. Beberapa kali ia sempat berkutat dalam kegiatan perkebunan. Di atas lahan 10 hektar, ia sempat menanam salak sebanyak 4000-an pohon. Namun menjelang panen, malang tak dapat ditolak, saat itu datang angin puting beliung menerjang pohon-pohon salak pondoh madunya. Tak pelak, panen yang diharapkan  pun “jauh panggang  dari api”. Pohon salak yang sudah berusia 4 tahunan itu akhirnya dicabut, karena buahnya rusak.

Baginya kegagalan merupakan pelajaran berharga untuk melangkah lebik baik di kemudian hari. “Bersyukur saya punya relasi cukup banyak dari alumni Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahkan, sampai beberapa dosen IPB ada yang saya kenal.  Saya banyak belajar pertanian,  perkebunan, dan peternakan serta agrobisnis dengan teman-teman dari IPB,” kata Septy kepada pelakubisnis.com, minggu ketiga Desember 2021, di kediamannya, di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan.

Menurut Septy,  jauh sebelum berkutat  di bisnis perkebunan, ia juga sempat berkecimpung  di  bisnis restoran. Ketika krisis moneter tahun 1998, ia  menjadi salah satu tenant di Tenda Semanggi Jakarta, yang saat itu menjadi  kawasan kuliner terkenal di Jakarta, tepatnya di kawasan  SCBD –Sudirman Central Business District-. “Kalau Ibu masih ingat, di kawasan itu dulu ada beberapa restoran bus tingkat yang menjual aneka macam makanan. Salah satu bus tingkat yang ada di situ adalah milik saya yang namanya Transit,” kata  Septy yang saat itu  menjual menu steak dan  masakan Eropa.

Namun beberapa tahun kemudian, kawasan itu dikembangkan menjadi  kawasan bisnis yang kini dikenal sebagai kawasan SCBD, Jakarta. Mereka yang memanfaatkan lahan di wilayah itu, terpaksa hengkang mencari tempat atau membuat bisnis baru. “Sebelumnya ketika saya baru menikah pernah membuka restoran khas menu Jepang  di Lokasari, Jakarta,” tandas ibu dari Erythrina Jasminta Sari Waluyo (Jasmine) dan Tanu Giriduady P.N. Waluyo ini.

Sebelum serius menekuni bisnis pertanian, perkebunan dan perternakan, Septy bersama puteri sulungnya Jasmine membangun bisnis frozen food dengan brand Pawon Selera dibawah bendera CV Giri Sari Food  pada tahun  2019.

Brand Pawon Selera cukup agresif melakukan penetrasi pasar. Di samping memasarkan secara offline, ia juga memanfaatkan media sosial sebagai instrumen digital marketing. “Jasmine yang memegang kendali pemasaran digital melalui Instragram, Facebook dan lain-lain. Sementara saya dan beberapa anggota keluarga bertugas memproses, mengolah hingga  menjadi produk  frozen food,” katanya serius. Dalam hal ini Pawon Selera  menjual frozen food  seperti ayam bumbu rujak, ayam bakar kecap, ayam taliwang, ayam woku, dan ayam goreng. Ada daging sapi, cumi, sambal goreng hati dan lain-lain.

Menurut Septy, munculnya ide membangun Pawon Selara karena untuk mengisi kekosongan waktu Jasmine yang saat itu belum bekerja setelah menikah dan punya anak.  “Saya kan nggak ngerti digital marketing, tapi karena Jasmine paham digital marketing, akhirnya kami melakukan kolaborasi membuat brand Pawon Selera dengan memproduksi aneka macam frozen food,” lanjut Septy serius.

Wanita kelahiran 16 September 1960 ini mengatakan, menangani bisnis yang paling susah dalam hal mengelola Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk urusan masak memasak hampir tak ada kendala. Tapi ia membutuhkan SDM yang mafhum soal digital marketing. Tak pelak, ketika puteri sulungnya Jasmine kembali bekerja sebagai Ahli Bioteknologi, ia pun mulai kewalahan mengelola Pawon Selera. “Semua anggota keluarga dilibatkan dalam mengelola bisnis. Karena bisnis kami membuat frozen food, kami tidak perlu masak setiap hari.  Masak sekali dalam skala besar, kemudian masakan itu dimasukkan ke dalam freezer dan penjualannya dilakukan secara online. Tapi Jasmine sekarang sudah bekerja lagi balik ke bidang pekerjaannya sebagai ahli biotek, jadi vakum untuk sementara waktu,” jelasnya.

Namun tak patah arang, Septy terus berupaya membangkitkan lagi Pawon Selera bahkan mulai mencari bisnis kuliner baru. Memang tak heran bila ia memilih bisnis ini.  Karena tidak setiap hari harus disibukkan dengan memasak menu yang ingin dijual. “Cukup masak sekali dalam jumlah besar. Apalagi makanan yang sudah diolah menjadi frozen food bisa bertahan lama. Bahkan bila suhu freezer  berada di bawah minus 18 derajat celsius bisa bertahan sampai satu tahun,”kata wanita ini seraya menjelaskan  kalau Pawon Selera omzetnya sempat  menembus  hampir Rp 100 juta per bulan.  

Pawon Selera merupakan cikal bakal lahirnya usaha-usaha Septy yang lain. Sebut saja Toko AlBirru Frozen Food yang saat ini ada tiga gerai yang tersebar di wilayah Cilandak, Ciputat dan Lokasari Jakarta Barat, yang menjual produk-produk frozen food dari berbagai merek. Dari tiga gerai frozen food yang dimiliki, menurutnya, mampu menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 10 juta per gerai  per bulan atau rata-rata keuntungan dari tiga gerai tersebut sekitar Rp 30 juta per bulan.  “Keuntungan dari hasil penjualan frozen food dialokasikan untuk mensubsidi bisnis perkebunan yang sampai saat ini belum membuahkan hasil,” kata ketua Ranting  Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Tanah Sereal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat  ini.

Saat ini Sapty juga sedang mengembangkan perkebunan jagung di  Cipanas seluas 10 Hektar dan Kabupaten Bagor seluas 3 hektar. Kebetulan ia mempunyai akses untuk mendapat bibit jagung yang berkualitas dan mempunyai akses yang bisa mensuplay hasil panen. “Dengan akses  yang saya miliki ini,  saya bisa memberdayakan masyarakat yang tidak punya modal, tapi mempunyai lahan.sedikitnya ada 3 desa yang ikut menanam jagung.  Menanam jagung kan hanya tiga bulan langsung panen. Petani yang mempunyai lahan kita ajak bekerjasama. Petani hanya modal tanah dan tenaga, sementara seluruh kebutuan bibit dan  pupuk  disediakan,” tambah anggota Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) ini.  

“Hasil panen jagungnya ada yang ditampung dan ada yang nggak ditampung.  Kalau dulu hasil panennya tidak ditampung, cuma banyak dari mereka yang mengeluh soal harga, akhirnya ada yang saya tampung. Hasil panen jagung sebagian disalurkan untuk pakan ternak,”tanda istri dari pengusaha Basuki Waluyo ini.

Tanaman jagung yang dikembangkan Septy ini, katanya, merupakan tanaman tumpang sari dari tanaman-tanaman utamanya, seperti alpukat, durian dan lengkeng. Belum lama ia menanam jagung, melakukan tumpang sari dengan tanaman cabe, ketimun dan sebagainya. Tapi hasilnya kurang menguntungkan, Akhirnya dilihat tanaman tumpang sari dengan menanam jagung dengan lama panen 85 hari atau setahun bisa tiga kali panen.

Septy memberi contoh, ia memiliki perkebunan lengkuas seluas 3 hektar, harga lengkuas beberapa waktu lalu sempat terpuruk, di mana harga bisa Rp 800 sampai Rp 1000 per kg. Padahal sebelum pandemi harga lengkuas bisa mencapai Rp 5000 sampai Rp 7000 per kg bila dalam keadaan bersih, tapi kalau beli di kebun, belum dibersihkan  harga Rp 4000 per kg. Kalau harga jatuh sampai Rp 800, maka ongkos tanam dan perawatan saja tidak menutupi, akhirnya banyak petani lengkuas yang sengaja tidak memanen , sehingga banyak petani merugi.

Lebih lanjut ditambahkan, ia juga bekerjasama dengan Gudang Resi di Kabupaten Bogor. Dengan kerjasama ini, hasil panen petani jagung – bila harga jagung sedang turun – jagung petani disimpan di Gunang Resi. Dan baru dijual bila harga jagung mulai naik. “Jadi petani jagung  selalu mendapat harga terbaik dengan sistem kerja sama ini,” katanya serius.

Tak hanya itu, Septy juga mendapat mandat dari BalitJestro (Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah sub tropika),  Puslitbanghorti – Balitbangtan – Kementerian Pertanian, di Malang untuk menyalurkan  bibit jeruk di wilayah Jawa Barat sebanyak 25.000 bibit. “Saya salurkan bibit jeruk tersebut ke masyarakat. Jumlah yang dibagikan tergantung dengan luas lahan  yang dimiliki petani. Ada yang mendapat 1000 bibit jeruk , ada yang mendapat  500 bibit jeruk,” ujarnya seraya menambahkan ini salah satu kegiatan sosial kemasyarakatan kepada petani. Kegiatan itu di bawah naungan IWAPI, Kabupaten Bogor yang kebetulan Septy di organisasi itu menangani bidang pertanian.

Peraih penghargaan Wanita Pengusaha Terinovatif Tahun 2021 dari DPC IWAPI Kota Bogor ini, memang sejak tiga tahun lalu (2018) juga menekuni perkebunan jeruk. Tidak hanya itu, ia juga memiliki perkebunan Durian Mustaqim 400 pohon , alpukat aligator sebanyak 1000 pohon , jambu kristal dan lengkeng madu,” ujar wanita yang mulai aktif menanam alpukat, durian dan lengkeng, sejak awal pandemi  ini.

Menurut Septy, sistem perkebunan yang dilakukan dengan tumpang sari. Artinya diantara tanaman durian atau alpukat ditanam sayur-suyuran yang  panennya cepat, sehingga hasil panen sayuran tersebut bisa mensubsidi biaya untuk memelihara tanaman utama, seperti durian, alpukat dan lengkeng.

Bahkan September lalu, kata Septy,  sedang mengembangkan perkebunan Porang 40.000. Tanaman ini enam bulan bisa panen, tapi bila tidak dipanen pada enam bulan pertama, maka bisa panen enam bulan kemudian (satu tahun), tapi hasilnya akan lebih banyak lagi. Kalau mau panen pertama selama enam bulan, di mana 1 pohon bisa menghasilan 1 kg porang atau 40 ton untuk panen pertama. Harga porang sekitar Rp 5000 per kg. Buah porang bisa diolah menjadi tepung, kapsul untuk obat dan lain-lain. “Bulan Maret dan April 2022, saya sudah bisa panen, kalau mau panen enam bulan pertama,” ujarnya.

Lebih lanjut ditambahkan,  ia juga berkutat di sektor peternakan ayam potong. Saat ini jumlah ternak ayang potongnya baru mencapai  8000 ekor. Tiap 28 hari atau sampai 30 hari sudah bisa dipanen.  Rencananya tahun depan 2022  akan melakukan kolaborasi dengan pemilik lahan dan pemilik kandang, di lahan sekitar Kabupaten Bogor.  Rencananya Januari tahun depan sudah siap dijalankan, Pemilik lahan sudah siap.

“Saya memasok anak ayam, dan pakan ayam. Yang memelihara adalah orang saya. Pemilik lahan dan kandang  tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli anak ayam dan pakan ayam. Semuanya saya tanggung. Kalau sudah siap jual, saya yang menyalurknya. Peternak tinggal menerima hasil bersih,” kata Septy. Berdasarkan lahan dan kandang yang tersedia, diperkirakan akan menernak ayam potong sekitar 120.000 ekor. Jadi, totalnya nanti Septy mengelola peternakan ayam sebanyak 128.000 ekor. Di mana 8000 ekor milik pribadi dan sisanya sistem kerjasama dengan pemilik lahan dan kandang.

Manurut Septy hasil yang diperoleh dari 8000 ekor milik pribadinya setiap bulan satu ekor ayam diharga Rp 19.500 per kg. Rata-rata 1 ekor ayam beratnya 1,4 kg, sehingga Rp 26,600. Tinggal dikalikan 8000 ekor ayam, maka sekali panen Rp 212 juta  omzet sekali panen. “Marginnya nggak besar perekor ayam sekitar Rp 1000 – 1500 sekali panen.

Kerja sama dengan pemilik kandang dan lahan itu tidak ada resiko. “Marginnya nggak besar per ekor ayam sekitar Rp 1000 – 1500 sekali panen dengan sewa kandang. Kalau kandangnya milik sendiri marginnya bisa mencapai Rp 3000 per ekor sekali panen,” kata Septy. Walaupun resikonya juga besar. Resiko yang besar itu karena manajemennya tidak benar. Oleh karena itu, bila ingin beternak ayam, maka manajemennya atau istilahnya hospitality harus benar.

Septy memberi contoh! Investasi yang terbesar dalam ternak ayam adalah membuat infrastruktur seperti membangun kandang ayam dan pendukungnya. Untuk memelihara 120.000 ekor ayam misalnya, investasinya bisa mencapai Rp 5 milyar. “Kalau saya pribadikan tidak besar, hanya 8000 ekor ayam, modalnya membangun kandang dan lain-lain sekitar Rp 200 juta”jelas pemilik brand makanan ayam tepung ‘Today Chicken’ ini.  .

Selanjutnya, kotoran ayam diolah menjadi pupuk kandang untuk memupuki tanaman jambu kristal dan tanaman lainnya. Menurut Septy sistem pertanian dan perkebunan yang dijalankan menerapkan zero waste.  “Pertanian  zero waste merupakan konsep pertanian yang dirancang untuk para petani agar memanfaatkan pengolahan lahan pertanian sekaligus peternakan tanpa limbah. Untuk menekan pencemaran lingkungan, akan lebih baik jika limbah dapat dikelola menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah ekonomis,” pungkas Septy yang baru saja mendirikan Yayasan Wanita Hebat Indonesia ini. [] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa