Usaha Kuliner B&Jo Neneng Mampu Cetak Omzet Rp 100-an Juta Per Bulan

Dari gerai Rumah Produksi Pisang Lilit di Floating Market dan beberapa tempat wisata milik Perry Tristianto, usahanya mampu mencapai omzet Rp 100-an juta per bulan. Padahal sebelum berjualan di tempat Perry omzetnya jauh di bawah angka itu. Apa kiat Neneng sukses berjualan makanan di tempat wisata?

Gabriella Dedeh Farida (Neneng) Owner Rumah Produksi Pisang Lilit/foto: pelakubisnis.com

Menjadi ibu rumah tangga tak mesti hanya bisa mengerjakan urusan domestik semata, tapi apa salahnya bila membantu suami mencari uang untuk menunjang kebutuhan keluarga. Hal itu yang dilakukan  Gabriella Dedeh Farida di waktu luangnya.  Ia berjualan kue Mavin di kantin sekolah, kantin rumah sakit dan kantin universitas di sekitar Bandung. Tapi jualan di sekolah-sekolah dan universitas ada waktu liburnya pada bulan Juni sampai Juli. Untuk mengisi waktu libur sekolah, wanita yang akrab disapa Neneng ini  mendapat kesempatan jualan kue di kantin rumah sakit.

“Anak saya dua-duanya suka makan kue. Tiap hari selalu minta dibuatkan kue. Saya jadi selalu buat kue-kue. Karena selalu ada lebih, dibawalah kue kue ke kantor Pak Iyus (suami). Ternyata banyak yang suka dan jadi pada pesen. Karena suka bikin terus, kata suami , coba kita masuk ke kantin-kantin sekolah yang searah jalur ke kantor. Jadi kalau mau ke kantor bisa menyimpan dulu di kantin-kantin sekolah. Kue yang saya titip itu  kue muffin. Setelah sekolah-sekolah, kemudian tambah tempat kantin-kantin rumah sakit,” ungkap Neneng seraya menyebut  total ada 44  tempat ia menitipkan kue-kuenya.

Dari kantin rumah sakit, Neneng juga  mendapat kesempatan menjadi vendor snack untuk pasien di sebuah rumah sakit di Bandung. Kiprahnya tak hanya sampai di situ. Dalam suatu kesempatan ia mendapat tawaran berjualan di lokasi wisata Floating Market. “Di sini awalnya saya berjualan snack Banana Cake atau kue pisang yang dilapisi coklat warna-warni,” kata Neneng kepada pelakubisnis.com, pertengahan Agustus lalu.

Masih lekat dalam ingatan Neneng,  saat itu Floating Market baru dibuka tahun 2012. Pengunjungnya sangat ramai. “Seiring waktu, suami saya ingin berjualan di tempat wisata Pak Perry. Lalu suami saya berhasil bertemu dengan Pak Perry dan memberikan tester semua jenis kue yang saya produksi. Akhirnya kesempatan ke-5 barulah kue saya di acc Pak Perry, yaitu Banana Cake.Banana Cake yaitu olahan kue dari pisang, berbalut coklat aneka rasa. Akhirnya  saya bisa berjualan di tempat wisata Floating Market tahun 2013,”papar  wanita kelahiran Kuningan Lahir di Kuningan, 25 Agustus 1972 ini.

“Saya berjualan Banana Cake selama tiga tahun. Kemudian membuat produk baru, yaitu Banana Crispy. Ketika membuat cake ini, omzet langsung meningkat,” tambahnya seraya menambahkan suaminya, Albertus Iyus Triramana yang mengenalkan Perry kepadanya.

Tahun pertama berjualan di Floating Market, kata Neneng, pengunjungnya tiap hari ramai. Kondisi ini berpengaruh terhadap omzet penjualan pemilik gerai Rumah Produksi Pisang Lilit di beberapa area wisata milik Perry Tristianto. Tiap bulan omzet bisa mencetak omzet sekitar Rp 50-an juta dari varian produk seperti banana crispy, pisang lilit, boleh pisang madu dan brownies cake.

“Dan saya baru tahu Pak Perry mempunyai tempat wisata lain, yaitu Tahu Susu Lembang. Saya disuruh berjualan cake oleh-oleh di sana pada tahun 2015. Ternyata di tempat ini  pengunjung lebih ramai lagi. Jualan saya booming saat itu. Omzet saya mencapai Rp 100-an juta dari tiga gerai di Floating Market, Tahu Susu Lembang dan The Ranch Cisarua Bogor,” tandas Neneng.  Tahu  Susu Lembang dibuka pada tahun 2008. Sebelum Tahu Susu Lembang dibuka, Perry sudah membuka All About Strawberry tahun 2004.

Jualan Banana Crispy mampu cetak omzet Rp 100-an juta per bulan/foto: pelakubisnis.com

Lebih lanjut ia menambahkan, omzet memang fluktuatif  seiring dengan jumlah pengunjung tempat wisata Perry tersebut.  Pada tahun 2015, Tahu Susu Lembang menjadi euphoria. Tahu susu Lembang menjadi cemilan generik. Fenomena itu berimbas pada penjualan oleh-oleh lain, termasuk Cake Banana Crispy. Sukses menjual Banana Crispy, membuat Neneng fokus menjual  Banana Crispy, sementara Banana Cake sudah tidak dibuat lagi.

Dengan fokus menjual Banana Crispy, kata Neneng, omzet justru meningkat mencapai angka Rp 100-an juta per bulan  dari dua tempat lainnya di Tahu Susu Lembang dan Floating Market. “Saya fokus menjual di tempat wisata ini. Penjualan di sekolah, universitas dan rumah sakit saya hentikan,” kata Neneng karena pasalnya, dari dua tempat wisata ini omzet penjualan melampaui penjualan di tempat berdagang sebelumnya.

Menurutnya, ia harus fokus berdagang di tempat wisata itu. Sebab, seperti pembuatan Banana Crispy langsung (open kitchen-red) di Floating Market dan Tahu Susu Lembang. Pembeli dapat langsung melihat proses pembuatan dan dijual dalam keadaan masih hangat. Dengan model penjualan seperti ini, sudah tidak bisa menitip Banana Crispy di toko-toko atau gerai-gerai lain.

Seiring dengan berkembangnya bisnis Perry dan membuka beberapa lokasi penjualan, seperti di Cisarua, Bogor, di Rest Area, Tol KM 88, di Green Ciater, di Rest Area Tol KM 101 Cipali. “Saya jualan di semua tempat wisata dan lokasi milik Pak Perry. Saya jual di enam lokasi milik Pak Perry,” kata Sarjana lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPKP Bandung.

ini.

Lebih lanjut ditambahkan, pertumbuhan omzet dari tahun ke tahun terus meningkat sampai tahun 2019 lalu. Sementara ketika pandemic Covid-19 sempat buka tutup tergantung dari kebijakan pemerintah saat itu. “Karyawan saya sebelum  Covid mencapai 50 karyawan, sekarang tinggal 40 karyawan,” tandas Neneng yang sempat tokonya tutup sama sekali tiga bulan, dari Maret 2020 sampai Juni 2020. Hanya Tahu Susu Lembang yang buka terus. Ketika Covid omzet anjlok, hanya tersisa 25 persen. “Saat itu yang penting bisa membayar gaji karyawan,
“ujar ibu dua anak ini.

Menurut Intan Setiati,  Corporate Secretary Perisai Group,    beberapa lokasi wisata milik Perry  selama tiga bulan tutup. Pada saat Covid, sistem pembayaran bagi hasil diberlakukan setiap hari kepada seluruh UMKM mitra binaan Perry. Sementara dalam keadaan normal, pembayaran fee diberlakukan setiap 10 hari sekali.  “Memang tidak ada pemotongan fee bagi hasil saat itu, masih tetap 28 persen dari omzet penjualan sampai sekarang. Cuma disetor setiap hari,” kata Intan.

Ketika di era Covid,  Neneng pun berakrobat mencoba memasarkan produknya melalui marketplace seperti  Tokopedia.

Baru tahun 2021 mulai ada kenaikan omzet, tapi masih tumbuh tipis. Hal ini disebabkan, kata Intan, jumlah pengunjung dan lama kunjungan dibatasi. Misalnya sebelum Covid biasanya pengunjung bisa bertahan selama tiga jam di Floating Market,  tapi saat Covid hanya dibatasi selama satu jam. Otomatis kondisi demikian mengurangi pengunjung berbelanja. “Saat itu rombongan study tour dan kunjungan rombongan belum diperbolehkan ke tempat-tempat wisata,” tambah Intan.

Tapi tahun 2022, kata Neneng omzet kembali meningkat. Saat itu sudah tidak ada lagi pembatasan jumlah pengunjung. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat yang berkunjung di Floating Market, misalnya. Omzet saat  bisa mencapai 75 persen dari kondisi normal sebelum Covid. “Sampai sekarang omzet belum normal, masih dikisaran 75 persen. Mungkin daya beli konsumen belum kembali pulih,” Neneng memperkirakan.

Menurut Perry UMKM yang berhasil adalah UMKM yang tumbuh secara alami. Pelakunya langsung terjun mengawasi dan menyatu dengan karyawan. Keberasilan Neneng karena menjual Banana Crispy,  yang pembeli dapat langsung melihat proses pembuatannya. Kuenya dijual selalu dalam keadaan panas.[] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa