Karti : Mendulang Cuan Dari Jual Mendoan

Anak seorang penjual tempe mendoan kuliah sampai ke NewZealand? Adalah Karti  yang sudah membuktikan bila usaha ditekuni serius, apa pun jenis usahanya bisa menghasilkan cuan.  Terbukti, dari berjualan tempe mendoaan, ia mampu meraup omzet sampai Rp 200-an juta per bulan hingga bisa menyekolahkan anak ke luar negeri. Pandai mengatur keuangan kunci suksesnya!

Karti selain menjual mendoan juga menjual pecel dan berbagai macam cemilan di beberapa lokasi wisata milik Perry Tristianto/Foto: pelakubisnis.com

Penghasilan dari menjalankan profesi sebagai tukang massage dan lulur saja sudah cukup untuk  menghidupi keluarga.  Tak kurang ada 1000-an pelanggan   – dalam kurun waktu tertentu – memakai jasa Kartinem  yang akrab dipanggil Karti. Termasuk keluarga besar Perry Tristianto, pemilik sejumlah tempat wisata di Lembang Bandung pun menjadi pelanggan  Karti yang sejak tahun 1994 menggeluti profesi terapis pijat dan lulur yang kemudian berhenti total tahun 2007.

Sudah menjadi kebiasaan pasangan suami istri pengusaha Perry Tristianto dan  Ellen Berkah,  memberi motivasi  kepada orang-orang dekatnya, termasuk Karti. “Karti, kamu tidak mau berhenti menjadi  tukang massage?. Pijat dan lulur itu kan menggunakan tenaga. Apa kamu tidak mau menjadi pedagang? ” tanya Perry pada suatu kesempatan kepada Karti.

Namun demikian, anjuran Perry dan Ellen sempat diabaikan! Ia merasa penghasilan yang diperoleh dari menjalankan profesi ini sudah jauh lebih cukup. Berkali-kali Perry menyarankan Karti agar alih profesi menjadi pedagang. Awalnya sempat menolak, meskipun menurut Karti, ia  mempunyai jiwa dagang, tapi penghasilan yang diperolehnya selama ini sudah cukup.

Ellen pun berkali-kali memotivasi Karti. “Pikir lagi Karti. Nanti kalau kamu sakit, tidak punya penghasilan bagaimana? Dari situ saya merenung, benar juga kata Bu Ellen. Kalau saya sakit, tidak ada penghasilan bagaimana? Hal itu yang membuat saya mau mencoba  beralih menjadi pedagang,” tandas Karti.

Akhirnya ketika Perry membuka All About Strawberry pada tahun  2004,  tawaran Perry dan Ellen pun ia terima. Karti pun menjual tempe mendoan dan pecel  di All About Strawberry. Saat itu belum terbayang memiliki usaha sendiri. Sambil menjual tempe mendoan, ia tetap menerima order pijat dan lulur, karena penghasilan dari jualan tempe mendoan dan pecel saat itu belum mampu melampaui penghasilan seorang terapis  pijat dan lulur.

Selain berjualan tempe mendoan, menurut Karti, dia dipercaya Perry  mengajarkan karyawan baru sampai  karyawan  bisa dilepas.“Saya baru berhenti total menjalankan profesi massager dan lulur tahun 2007. “Saat itu Perry mengatakan kalau mau dagang harus fokus dan turun langsung menjalankan usaha, jangan setengah-setengah. Waktu itu Perry baru buka House of Resoel  atau  Rumah Risol, Pak Perry mengatakan saya harus standby  di situ. Kamu harus menggoreng dagangan langsung di tempat, sehingga pembeli dapat langsung melihat proses pembuatannya,” kata  Karti kepada pelakubisnis.com, pertengahan Agustus lalu.

Walau diakui ketika awal bergabung dengan Perry, lanjut Karti, penghasilan menjual  tempe mendoan  masih kecil. Dibandingkan dengan penghasilan dari melulur  menurutnya jauh lebih besar. Tahun 90-an penghasilan Karti sebagai massage dan lulur serta menjual rempah-rempah buat berendam sudah  cukup memenuhi kebutuhan keluarga. “Sebelumnya saya bekerja di salon dan mengetahui cara membuat ramuan rempah-rempah untuk kesehatan tubuh. Dari situ sambil massage dan lulur juga jualan rempah-rempah, ia mampu  mendapatkan penghasilan sampai  Rp 15.000.000 per bulan. Sedikitnya setiap hari enam sampai delapan pelanggan yang dilulur dan massage,” lanjut Karti.

Karti selalu menyapa pelanggan dengan ramah dan supel/Foto: Dok Pribadi

Menurut Karti, penghasilan berdagang meningkat ketika libur lebaran dan natal tahun baru. Mulai terpikir untuk mengembangkan usaha. Saat itu dengan membuka satu cabang penghasilannya mencapai Rp 22 juta sebulan. Tapi kalau pengunjung sedang sepi sekitar Rp 11 juta per bulan. “Saat itu saya masih menerima panggilan lulur, sehingga masih ada penambahan penghasilan,” urainya.

Sementara Perry mempunyai beberapa tempat wisata di Bandung dan sekitarnya. Tak urung Karti pun melakukan ekspansi dengan membuka cabang di beberapa tempat wisata milik Perry. Pada tahun 2007 omzet mulai meningkat mencapai Rp 60 juta per bulan. Pada tahun itu juga Karti fokus jualan tempe mendoan, pecel dan beberapa jenis peyek (peyek kacang, peyek  bayem dan sebagainya) “Setiap Pak Perry membuka tempat wisata baru, saya menjadi tenant di tempat baru itu,” jelasnya.

Lebih lanjut ditambahkan, ketika Perry membuka Floating Market pada tahun 2013 juga menjadi tenant. Padahal sebelumnya sudah berjulan di Tahu Susu Lembang. “Di dua tempat ini omzet jualan  sebelum pandemi Covid-19 bisa  di atas Rp 200 juta per bulan,” tambah Karti. Bahkan, di Tahu Susu Lembang, ia melakukan diversifikasi produk dengan memproduksi peyek tahu. Semua yang berbau tahu di Tahu Susu Lembang laku. Tapi kalau di jual di luar lokasi Tahu Susu Lembang, rempeyek tahu tidak laku.

Saat ini Karti mempunyai beberapa cabang, seperti Floating Market, parkiran Floating Market, Tahu Susu Lembang, dan di Rest Area KM 88 B. Selain jual tempe mendoan, juga menjual aneka oleh-oleh khas Bandung, seperti pisang sale, rempeyek kacang, rempeyek bayam dan sebagainya. “Oleh-oleh yang saya jual tidak semuanya diproduksi sendiri. Ada yang dipasok dari pihak lain, tapi saya pilih-pilih pemasoknya,” tambahnya.

Artinya setiap usaha itu, menurut Karti,  harus kreatif dan melihat kondisi di lapangan.  Setiap daerah mempunyai karakteristik berbeda. Terbukti ketika jual rempeyek tahu susu di luar lokasi Tahu Susu Lembang, ternyata tidak laku.

Karti menambahkan, semua bumbu tepung tempe mendoaan dan pecel dibuat sendiri. Saat ini karyawannya mencapai 22  orang. Sejak lima tahun lalu, bumbu pecel dibuat dengan menggunakan mesin giling. “Sekarang sekali bikin bumbu pecel sampai 2 kwintal per bulan dengan menggunakan mesin giling kacang. Bumbu pecel itu dibikin setiap tiga atau empat minggu sekali,”jelas Karti yang kini anaknya mulai belajar terjun ke bisnis kuliner dengan membuka kafe dan membuat pastry.

Menurut Karti, ada dua orang yang khusus membuat bumbu pecel. Tidak semua orang bisa bikin bumbu pecel. Orang yang benar-benar terlatih yang bisa membuat bumbu pecel. “Sebab, kalau mencuci kacang tidak bersih, mengupas kacang tidak bersih, tangan tidak bersih, wadah tidak bersih, akan mempengaruhi bumbu pecel.  Bumbu pecel gampang tengik. Jadi semua proses membuatan bumbu pecel harus bersih,” kata Kanti. Menurutnya, orang yang khusus membuat bumbu pecel sudah tahu efek yang akan terjadi bila salah pada saat proses pembuatan bumbu pecel,” kata Kanti Ibu dua anak ini serius.

Pada saat pandemi lalu, lanjutnya, hanya Tahu Susu Lembang yang buka setiap hari. Mau tidak mau terpaksa hanya mempekerjakan 3 karyawan. Sedangkan selebihnya karyawan yang tidak bekerja dirumahkan tapi  setiap minggu diberi sambako. Kebetulan di saat pandemi  Kanti  masih punya sisa uang untuk membantu mereka. Tapi kini para karyawannya sudah kembali bekerja lagi.

Bahkan ketika pandemi lalu, curhat Kanti, saat itu anak baru masuk kuliah ke New Zealand. “Bersyukur saya masih punya tabungan untuk menyekolahkan anak ke sana. Kebetulan biaya anak saya kuliah di sana sudah dibayar full. Apartemen sudah dibayar full, uang makan sudah ditinggalkan full. Jadi, kebutuhan anak kuliah sudah terpenuhi,” jelasnya.

Padahal ketika pendemi, tambah Karti, omzet anjlok hanya tersisa 20 persen dari omzet normal sebelum pandemi. Pelan-pelan omzet mulai bergerak naik. Tapi sampai kini belum pulih sepenuhnya. Sampai saat ini mulai recovery di angka 80 persen dari omzet normal sebelum pandemi.

Kini anak Karti sudah selesai kuliah. Saat ini usaha buka cafe dengan menyewa tempat  Rp 4,5 juta per bulan. Kanti menanamkan investasi untuk anaknya sekitar Rp 300 juta untuk usaha anaknya. “Alhamdulillah mulai banyak restoran bekerjasama dengan anak saya. Anak saya memang suka berinovasi. Anak saya punya mimpi yang bisa dia kejar,” tandasnya.

Kanti berpesan kepada anaknya bahwa kalau memilih berwirausaha itu tidak ada yang menggaji. Diri kita sendiri yang menggaji kita. Oleh karena itu, pintar-pintar mengelola uang. Jangan besar pasak daripada tiang. Apalagi ketika  anak mau kuliah di New Zealand dan ketika pulang langsung covid. Untungnya ia masih aman karena sudah ada tabungan. Kini anaknya  sudah lulus kuliah dan buka cafe sendiri bernama LA VIE EN ROSE , diambil dari lirik lagu berbahasa Perancis milik Edith Piaf yang artinya kehidupan yang bernuansa merah muda. Produk yang dijual basicnya adalah donut.

Pesan Kanti, penghasilan pedagang itu tidak pasti, sehingga kalau lagi mendapat penghasilan  besar jangan langsung ‘hura-hura’. “Nanti kalau sudah sukses, boleh menikmati hasil jerih payah berusaha,” tandas Kanti yang  anak pertama nya juga  lulusan dari Universitas Telkom, jurusan Komunikasi Visual dan saat ini juga membuka usaha sendiri bidang periklanan.

“Pak Perry menyarankan kepada saya, kalau dagang makanan harus jaga kualitas dan ramah tamah. Itu yang diutamakan betul dan usaha itu harus terjun langsung, sehingga kita tahu apa yang diinginkan konsumen.,” tandasnya mengunci percakapan. [] Siti Ruslina/Yuniman Taqwa