Transaksi Ekspor Keripik Nangka Nurchaeti Tembus Rp17 Miliar

Seperti kejatuhan durian runtuh, Nurchaeti berdiri lemas  tapi bahagia bukan main  ketika di ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2022 ia mendapat pesanan keripik nangka dari  buyer-buyer luar negeri dengan nilai transaksi mencapai Rp17 miliar. Siapa gerangan Nurchaeti, Owner CV N&N International ini? Bagaimana ia berhasil mencetak nilai ekspor begitu besar?

Sekitar tahun 2009 ia mengalami hal dramatis yang  boleh jadi merupakan titik awal kebangkitannya menjadi perempuan tangguh. Saat itu ia mengambil keputusan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Takdir pula yang menentukan garis hidupnya saat itu untuk memilih bekerja ke luar negeri.

Pada milestone itu Nurchaeti bekerja di perusahaan farmasi multinasional di Indonesia. Di perusahaan tempatnya bekerja menawarkan kesempatan bekerja di Singapura. Pihak perusahaan melakukan seleksi terhadap para karyawannya dan ia terpilih. “Alhamdulillah saya terpilih untuk ditempatkan di kantor perusahaan di Singapura,” katanya kepada pelakubisnis.com.

Dengan gaji 5 kali lipat dari gaji yang diterimanya bila tetap berkarir di Indonesia  merupakan faktor pendorong Nurchaeti menjadi PMI. Saat itu sebagai single parent ada satu kondisi yang membuatnya memutuskan meninggalkan dua anaknya, dimana si sulung waktu itu berumur 2 tahun dan si  bungsu masih berusia 8 bulan. Itulah realita yang harus dihadapi. Ada kebutuhan ekonomi  yang mengharuskan ia menerima tawaran itu karena tanggungjawab sebagai single parent demi masa depan anak-anaknya.

Sekitar tahun 2013, menurut Titi, demikian panggilan akrab Nurchaeti, memutuskan kembali ke Indonesia dan mencari peruntungan dengan modal tak terlalu besar, terjun ke bisnis laundry kiloan. Berbekal Rp 20 juta, tabungan dari hasil kerja menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia), ia mendirikan usaha laundry kiloan. Ketika pertama kali membuka usahanya Titi mendapatkan kritik dari rekan-rekan seprofesinya. “Temen-temen TKI waktu itu mengolok-olok, wah lu gila, udah enak kerja di Singapura, gaji gede, malah pulang jadi tukang cuci,” ujar Titi seraya menambahkan outlet laundry kiloan pertamanya di samping Universitas Veteran, Pondok Labu, Jakarta Selatan dengan menyewa ruko ukuran 2×2,5 m senilai Rp 12 juta per tahun.

“Kebetulan rumah saya tak jauh dari outlet laundry kiloan saya. Kalau ada orderan saya bawa pulang, saya cuci di rumah dan setrika di rumah. Semua saya kerjakan sendiri. Ketika saya tidak ada di outlet, saya cantumkan pengumuman di kaca: ‘Sedang mengambil cucian ke pelanggan! Jika mau laundry silakan hubungan nomor HP ini,” kata Sarjana Farmasi lulusan Universitas Pancasila, Jakarta ini.

Dari sini Titi memulai usaha. Baru di bulan ketiga, ia memberanikan diri merekrut seorang karyawan. Tapi ternyata bisnis laundry tidak semudah yang dibayangkan. Banyak ilmu-ilmu baru yang harus dipelajari. Dari pengalaman ini, justru menginspirasi Titi membuka sekolah bisnis laundry secara professional.

Dalam tempo dua tahun, bisnis laundry Titi mulai menunjukkan pertumbuhan signifikan. Tahun 2015 outlet laundry kiloannya sudah ada sampai 15 cabang yang tersebar di sekitar Jakarta, Depok dan Bogor. “Alhamdulilah sampai sekarang bisnis ini masih jalan. Saya hanya pegang enam cabang saja, selebihnya saya serahkan ke saudara saya,” tandasnya serius.

Ia pun mencoba peruntungan membangun bisnis yang lain. Titi mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada tahun 2015. Saat itu ia mengkuti pelatihan bisnis kuliner. Beberapa kali alami trial and error. “Bisnis kuliner pertama saya waktu itu membuat keripik pisang tanduk,” ceritanya. Ini terinspirasi dari almahumah nenek Titi yang memang dikenal pandai membuat keripik pisang yang enak. Ia mengaku sudah mengalami 10 kali trial and error dari sepuluh jenis pisang. Hasilnya keripik kembali pisang tanduk yang paling enak dengan teksturnya yang paling oke.

Pertanyaannya bagaimana membuat keripik buah ini mempunyai nilai ekonomis? Dilakukan uji sampel ke beberapa orang, ternyata hasilnya keripik pisang tandung yang disukai. “Kalau membuat produk, jangan membuat produk yang kita suka, tapi lebih kepada apa yang konsumen mau. Itulah yang kita bikin,” kata ibu dua anak ini serius.

“Sampai suatu hari ada tawaran dari teman untuk ikut pameran halal di Brunei Darussalam melalui jaringan BP2MI. Lembaga ini berafiliasi dengan kedutaan-kedutaan besar. Untuk booth nya kita dapat free, tapi akomodasi ditanggung sendiri. Alhamdulillah, Allah luar biasa mempermudah usaha saya. Di situ saya dipertemukan dengan distributor besar asal Brunei. Dia bilang produk saya bagus, sedikit dilakukan modifikasi agar produk saya bisa menjadi primadona,” ceritanya.

Sayang kata Titi, banyak peluang tapi ia tidak punya banyak modal. Hanya mampu berproduksi berdasarkan pesanan saja. “Saya bertemu dengan investor pertama. Beliau yang memotivasi dan men-support saya. Padahal baru kenal, tapi sudah langsung percaya. Calon investor menanyakan berapa besar kemampuan produksi? Saya jawab hanya mampu 20kg per hari,” cerita Titi.

Lebih lanjut ditambahkan, investor itu memberikan solusi dengan cara menambah karyawan. Dia melakukan open PO dengan pembayaran dimuka. “Kirim barang ke Brunei 500 kg dengan uang dimuka. Investor itu betul-betul  membantu supaya usaha saya maju. Dari situ saya punya modal kerja untuk produksi. Saya belajar tentang negosiasi juga dari beliau,” jelas wanita keturunan Betawi ini sambil menambahkan  distributor Brunei Darussalam itu menjadi distributor produknya sampai sekarang.

Di bawah badan usaha CV N&N Internasional ini usahanya terus berkembang. Bahkan menurut Titi produk keripiknya mampu menempus pasar ekspor ke 15 negara. “Kuncinya, begitu buyer tertarik dengan produk ini, maka langkah berikutnya tinggal negosiasi pembayaran. Saya menerapkan sistem pembayaran 80 banding 20. Artinya begitu buyer buka PO, buyer sudah harus bayar 80 persen, baru kami kerjakan. Sedangkan yang 20 persen, begitu produk sudah selesai dan siap dikirim dari pelabuhan, produk sudah harus dibayar penuh,”jelas Titi yang banyak mendapat ilmu dari investor asal Brunei Darussalam tersebut.

Jurus negosiasi ini, menurut Titi cukup efektif. Ia memberi ilustrasi, “Bila Anda beli produk di marketplace kan bayarnya dimuka. Kenapa Anda membeli produk saya harus bayar belakangan? Anda kan tahu tempat produksi saya, identitas saya dan sebagainya,” Titi mencontohkan triknya dalam bernegosiasi.

Ia menambahkan, sistem pemasaran dengan menggunakan distributor. Dalam satu area atau beberapa negara hanya ada satu distributor untuk memasarkan. Itu yang dilakukan di kawasan Asia Pasific, Emirate Arab dan beberapa area lain. “Kami memang mencari distributor besar yang mau mendistribusikan produk kami di beberapa negara,” urainya.

Sampai sekarang CV N&N International mempunyai lima varian produk, tapi masing-masing negara mempunyai best seller produk tersendiri. Rata-rata yang terlaris adalah keripik pisang dan kripik nanas. Bagi pasar ASEAN,  keripik pisang tetap nomor satu. Sedangkan untuk kawasan Eropa dan sekitarnya adalah keripik nangka.

Di Trade Expo Indonesia (TEI) 2022 Titi mendapatkan rejeki nomplok. Pesanan keripik nangka datang dari  buyer luar negeri. Ada tiga buyer yang kepincut dengan produk keripik olahan  Titi. Mereka datang dari Norwegia, Turki, dan Arab Saudi. Dan semuanya membeli dengan kemasan dengan brand BFF milik Titi. “Desain kemasan itu yang buat anak saya waktu dia kelas 5 SD, dia menang lomba desain berskala internasional. Waktu itu dia dapat juara 1 mendapat reward US$9000. Sekarang anak saya di pesantren, sudah kelas 9,”tutur Titi menceritakan sejarah desain kemasan brand keripik BFF miliknya.

Mitra Binaan UMKM Pertamina ini pada ajang TEI 2022 banyak dikunjung buyer. Umumnya para buyer tersebut datang langsung ke booth Pertamina. Para buyer mencari pelaku usaha keripik. Titi langsung mempromosikan usahanya kepada para buyer yang datang langsung ke booth-nya. “Mereka datang langsung ke booth kami di Pavilion Pertamina. Terus kami janjian untuk presentasi. Memang ada negoisasi, kami ngomongin sistem pembayaran, teknik pengiriman dan sebagainya. Alhamdulillah sudah tandatangan kontrak sehingga tahun depan kami full job,” kata Titi.

Menurut Titi, para buyer ingin mencoba memasarkan keripik nangka di negaranya masing-masing. Bagi Titi, pasar Turki dan Norwegia merupakan negara-negara yang baru. Selama berbisnis keripik, Titi belum memiliki distributor di negara Turki dan Norwegia. Selama tujuh tahun berbisnis keripik, Titi   sudah mengekspor produknya ke berbagai negara di Eropa dan Asia. Produk keripik buah Titi sudah menjamah negara Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Oman, Abu Dhabi, Qatar, Bahrain, Arab Saudi, Belanda, Belgia, Jerman, dan Perancis.

Dalam memasarkan produknya Titi selalu menjelaskan kepada buyer kapasitas produksinya saat ini cukup besar karena memberdayakan sejumlah UMKM yang dijamin rasa dan kualitas produknya tidak berbeda, karena racikan dan Standard Operating Procedur (SOP) sama, sehingga dijaman mutu dan kualitasnya sama.

Titi tak menyangka TEI 2022 bisa menjadi tempatnya mendapatkan order kelas kakap. Awalnya, ia tak berharap banyak saat kembali mengikuti TEI 2022 yang kembali digelar pasca pandemi Covid-19. Target transaksinya saat mengikuti TEI 2022. “Target saya sebenarnya ikut Trade Expo Indonesia ini bisa dapat transaksi 10-20 ton sudah bersyukurlah.

Di TEI ia mampu menorehkan nilai transaksi ekspor hingga Rp17 miliar. “Pesanan keripik Rp17 miliar ini memang yang terbesar sih sepanjang sejarah kami bergelut di dunia perkeripikan. Alhamdulillah ini pesanan yang terbesar. Turki minta 30 ton, Arab Saudi 60 ton, Norwegia 10 ton. Total kami dapat pesanan 105 ton. itu semua keripik nangka.” lanjut Titi.

Perjuangan Titi mendapatkan kontrak pemesanan produk awalnya pun tak mulus. Ia sampai nekat “mengancam mengiris kupingnya” untuk menyakinkan buyer dari Turki. Saat itu, buyer dari Turki ngotot menawar harga keripik nangka olahannya di bawah harga yang telah ia tetapkan. “Kami kan fixed priced-nya 1,3 dollar Amerika Serikat per kilogram. Dia (buyer Turki) kekeh 0,8 dollar. Saya bilang oke gapapa kamu tawar dulu 0,8 dollar. Kamu cari harga yang paling murah dari kita. Hari kedua ketiga masih sama minta US$ 0,8 per kilogram,” kata Titi.

Diakui Titi, ketika  China mengumumkan kasus Covid-19 pertamanya. Dunia mulai siaga. Akses antar negara ditutup, dan tentu saja, kegiatan ekspor impor terpengaruh, penjualan produk Titi anjlok hingga 70 persen. “Bagaimana karyawan tidak kehilangan pekerjaan dan tetap menghasilkan? Akhirnya, di tahun 2020, kami bikin divisi snack box dan lunch box,” ujar Titi seraya menambahkan divisi baru ini mampu membalikkan pendapatan yang semula ambles jadi merangkak naik. Divisi baru ini hingga kini terus berkembang.

“Semenjak pandemi, kami tak ekspor ada sama sekali. Hampir dua tahun kami tak mengirim produk kami ke luar negeri. Sehingga kami mengubah strategi untuk bisa bertahan di dalam negeri. Artinya kami harus masuk ke pasar Indonesia dan di situlah kami berinovasi gimana caranya bisa masuk ke pasar Indonesia dengan kondisi ekonomi yang tak terlalu baik,” kata Titi.

“Di Trade Expo ini memberikan kesempatan kita bertemu dengan buyer-buyer dari luar negeri langsung. Beberapa buyer memang sengaja kami undang ke sini, tapi ada beberapa buyer yang melihat produk, tertarik dan negosiasi selanjutnya. Alhamdulillah dapat buyer dari Norwegia, Arab Saudi dan Turki,” ujar Titi.

Keripik-keripik itu diproduksi di rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan, dan kemudian berkembang sampai ke Kabupaten Karawang, Jawa Barat dan di Kabupaten Malang, Jawa Timur.  Usahanya ini dijalankan dengan menjalin kerja sama dengan beberapa rekannya sesama mantan TKI (TKI purna).

Titi melatih dan memberdayakan para mantan TKI, supaya mereka tidak tertarik lagi bekerja di luar negeri dan bisa berkarya di negeri sendiri. Dengan model kerja sama produksi ini, kapasitas produksi keripiknya yang dulu hanya 10 kg/hari, meningkat menjadi 200 kg per/hari, hingga kemudian mampu memenuhi pesanan ekspor dalam jumlah yang lebih besar.

Ia tercatat berhasil meningkatkan ekonomi para mantan pekerja migran Indonesia dengan melibatkan 1.500 orang mantan pekerja migran. Selain itu, Titi juga dipercaya Bank Indonesia menjadi export konsolidator atau aggregator, yang berfungsi menjadi pengumpul atau koordinator para UKM dalam melaksanakan ekspor, sehingga para UKM dapat bersinergi untuk memenuhi permintaan buyer yang kuantitasnya lebih besar.[] Siti Ruslina