UMKM Sambel Pecel  Waroeng TeLiLi Mendulang Cuan di Masa Pandemi

Kapasitas produksi  sambel  pecelnya  memang belum bombastis. Rata-rata masih di bawah 100 kilogram per bulan.  Omzet  Sambel Pecel TeLiLi tertinggi pernah sampai kisaran Rp20 juta, itupun di masa pandemi,  dimana semua orang menahan diri untuk keluar rumah dan ‘terpaksa’ belanja online.  Setelah pandemi, omzet mulai sedikit  turun.  Tapi semangat juang, mau belajar dan kemampuannya menciptakan produk berkualitas patut diacungi jempol.

Lilik Hida Kartini , Owner Sambel Pecel TeLiLi/Foto: Galenis

Bila menyapa pegiat UMKM  Lilik Hida Kartini  via what apps, anda langsung mendapat balasan dengan kalimat, “Terimakasih telah menghubungi Waroeng TeLiLi.  Dan di pesan itu tertera,  Produsen Sambel Pecel Oven TeLiLi dengan 3 varian rasa, pedas, sedang dan tidak pedas. Tersedia dalam 2 kemasan premium dan ekonomi , telah tersertifikasi HALAL dan ijin edar P-IRT.

Berawal di tahun 2018 Lilik diminta suami untuk resign  dari pekerjaan.  Sebelumnya ia bekerja di Divisi Humas  & Tata Usaha (TU) PT  Sang Hyang  Seri (Persero) Regional II Surakarta. Karena terbiasa  bekerja di luar rumah,  lama kelamaan Lilik merasa harus berbuat sesuatu mencari kegiatan positif untuk membantu suami mencari nafkah.

Awalnya ia jalani peran sebagai ibu rumah tangga sambil berdagang apa saja. Istilahnya ‘palugada’ (apa lu mau gua ada-red).  Cuma waktu itu ia hanya mengambil produk orang lain. Kendala muncul ketika supplier tidak konsisten menjaga kualitas produk.  “Kalau makan sesuatu harus tahu prosesnya,”ungkap wanita usia berkepala empat ini.

Kalau makan di restoran ia lihat dulu prosesnya bersih atau tidak. Pola asuh dalam keluarga yang membuatnya tak mudah menerima makanan yang kurang bersih. Kebetulan ia suka sekali makan pecel sayur.  Namun dimanapun  ia singgah, ia belum menemukan sambel pecel  yang benar-benar disajikan dengan bersih dan rasanya benar-benar  ‘mantul’ seperti buatan ibunya.  Sambal pecel yang beredar di pasaran dikemas dengan sederhana seadanya menggunakan kemasan plastik dan ditaruh dimana saja.   Hal tersebut yang membuatnya terinspirasi membuat sambel pecel buatan sendiri dengan kualitas sesuai dengan kriteria yang belum ada di pasaran seperti rasa yang lebih ‘mantul’ dan dikemas dengan kemasan modern.

Pada tahap awal ia coba membuat sambal pecel dan membagi-bagikan ke tetangga, kerabat dan sahabat, lewat kegiatan pengajian dan arisan misalnya. Pun Lilik yang sempat bekerja Guru di Regina Caeli School, Metland Cileungsi, Kabupaten Bogor  ini mencoba menjualnya ke orangtua-orangtua murid dan ke teman-teman , salah satunya ke perusahaan tempat dia bekerja dulu (Sang Hyang-red).

Testimoni pun berlangsung. Semua kritik dan saran ia terima.  Alhasil pada masa covid 19 lalu, beberapa dari orangtua murid  tertarik menjadi  reseller-nya.

Di awal ia membungkus sambel pecelnya menggunakan kemasan plastic standing pouch bening biasa. Diakuinya memang kurang memadai. Desain juga asal-asalan dibuat sendiri.  Waktu itu belum mengenal komunitas UMKM.  Sampai akhirnya ia mulai memfollow banyak komunitas UMKM dari social media. Pertama kali ia masuk komunitas UMKM melalui UMKM Baznas.  Dari komunitas UMKM-UMKM ini mulai terbuka jalan untuk mengembangkan usaha.  Tak sedikit ilmu yang ia dapat setelah bergabung dalam komunitas UMKM.  Dari mulai  bagaimana mendevelop produk, bagaimana memasarkan hingga belajar neraca keuangan.  Latarbelakang pendidikan membuat lulusan  Universitas Muhammadiyah Surakarta ini lebih mudah mencerna setiap ilmu yang ia dapat dari setiap pelatihan UMKM.

Di sisi lain,  pasar pun mulai terbuka.  Kemudian mulai muncul banyak  masukan seperti  permintaan  membuat item yang pedas, sedang pedas dan tidak pedas juga ukuran kemasan. Bahkan, ia juga mendapat masukan dari rekan sesama UMKM di Cileungsi,  Henry Hidayat, produsen Madu Imago yang waktu itu memesan produknya juga dan memberi masukan agar  jangan lupa memperhatikan kemasan.

Lilik mengikuti Pelatihan bersama Yayasan Dharma Bhakti Astra/Foto: Dok Pribadi

Sayangnya  waktu itu  karena  keterbatasan modal ia menunda  mengganti kemasan  sesuai dengan gambaran yang diberikan Henry.  Sementara ia buat kemasan premium dengan menggunakan toples plastik.  Hingga suatu hari  ada diskon label kemasan dimana ada promo order satu desain mendapat  promo  minimal 500 pieces. Saat itu ia membuat kemasan full printing 105 gram yang berisi 3 sachet kemasan alumunium voil sambel pecel.  Dibuat per sachet ini tujuannya untuk bisa dibawa bepergian.  “Dari sisi harga yang premium mungkin kurang masuk untuk segmen menengah bawah, maka saya buatkan segmen kemasan yang ekonomi,”tutur Lilik yang juga tergabung dengan Komunitas UMKM YDBA –Yayasan Dharma Bhakti Astra– ini.

Ada klipnya sehingga bisa disimpan rapat untuk dimakan beberapa kali. Dari segi harga memang lebih. Yang botol gramasinya terlalu besar untuk ekspor maka dicoba menggunakan  kemasan standing pouch alumunium voil dengan klip agar lebih mudah menutup kemasan yang sudah dibuka.

Omzet penjualan Sambel Pecel Warung TeLili sempat menembus Rp20 juta per bulan di masa pandemi lalu.  Saat itu ia menggunakan reseller ke berbagai kota di Indonesia seperti wilayah Cikarang Jawa Barat, Surabaya, Makassar,  Jawa Timur dan beberapa daerah lain. Namun saat ini diakuinya mengalami penurunan penghasilan karena dari sisi bahan baku hampir semua item merangsek naik. “Harga cabai naik tinggi, sekarang terakhir Rp115 ribu/kg,”ungkapnya yang sempat memberdayakan suami di masa pandemi untuk membantu produksi.

Diakuinya saat ini semua kegiatan produksi masih dilakukan sendiri. Ia sempat merekrut karyawan namun tidak sesuai dengan ekspektasinya. Sejauh ini ia masih mampu mengelola usahanya sendiri hanya dibantu suami, itu dikala waktu suami senggang.

Ia juga mempunyai produk  sambal teri kacang kemasan pouch. Namun karena begitu resiknya cara Lilik memasak,  untuk 1kg teri saja ia membutuhkan waktu sampai 4 jam. Kondisi teri harus benar-benar bersih.  Diakuinya  kualitas produk menurutnya adalah hal yang paling utama. Itu kenapa ia merasa harus membuat standard operating procedure (SoP).

Sejauh ini menurutnya ia belum menemukan cara yang lebih efektif dalam membuat sambel teri kacang yang bisa memangkas waktu lebih cepat dibandingkan yang ia lakukan sekarang.  Untuk urusan produksi yang lebih efektif ia belum menemukan caranya.  “Kalau sambel teri kacang di luar sana rata-rata terinya jadi alot. Tapi sambel teri kacang kami ndak alot. Namun saya akui sampai hari ini masih ada berminyak sedikit karena kacang menyerap minyak dan prosesnya harus ditiriskan lagi,”aku istri dari Choyrul Mu’minin ini.

Ia sempat tidak konsisten  menjalani usaha karena urusan domestic mengurus  orangtua. Setelah  diskusi dengan para  coach   di komunitas UMKM  ternyata itu  sebuah kesalahan dalam  berbisnis. Dalam menjalani bisnis harusnya konsisten dan tidak boleh ada jeda. Harus fokus menjalani usaha.

Validasi 20 peserta UMKM Level Up Kominfo DKI Jakarta/Foto: Dok. Pribadi

Kegigihan Lilik mulai membuahkan hasil. Meski yang dijual sambel pecel dengan harga mulai Rp 10 ribu/piece, ia sempat masuk daftar 20 UMKM Inkubasi Level Up Kominfo  2023 yang terkurasi mewakili DKI Jakarta.  Ada kelas inkubasi dari bulan Juli sampai Oktober 2023 kemudian divalidasi bulan Desember 2023 dan masuk urutan ke-7. Lilik masih belum percaya ia mampu sampai tahap itu. “Banyak yang diukur seperti omzet dinilai, kinerjanya,  kualitas produk, dari packagingnya sampai bagaimana kita mentreart customer. Lalu ada home fun penugasan  dan keaktifan dalam kelas juga dinilai. Memang omzet saya tidak seperti yang lain, besar-besar tapi  memang kalau bicara nilai jelas beda,”.

Dari lima kota besar di Jakarta diambil ratusan orang UMKM, lalu dipilih 30 orang dan dikurasi lagi menjadi 20 orang.  Keduapuluh orang ini presentasi di depan para juri.   Dari 20 orang ini masuk kelas Inkubasi Bisnis dari Juli sampai Oktober 2023. “Materinya luar biasa namun penugasannya luar biasa juga. Diberikan materi lalu diberi tugas bagaimana kita bisa mengaplikasikan materi yang dimasukkan dalam penugasan.

Ia berjanji tahun depan akan berupaya lebih fokus menjalani usaha nya. Tak hanya berkutat pada produk sambel pecel, ia pun siap menekuni usaha-usaha kuliner yang lain. “InsyaAllah nanti saya mau buat warung di lokasi yang strategis dan tak hanya menjual sambel pecel dan sambel teri,  tapi akan merambah ke produk lain. Saya juga mau belajar membuat roti,”tutur Lilik  menutup percakapan dengan pelakubisnis.com.[]Siti Ruslina